Senin 02 Mar 2020 17:55 WIB

Kemenkeu Sebutkan Risiko Ekonomi Global Versi G20

Virus corona menjadi perhatian paling utama bagi seluruh anggota G20.

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Friska Yolanda
Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Makro Ekonomi dan Keuangan Internasional Suminto mengatakan, masih ada beberapa downside risk atau risiko yang berpotensi menahan laju pertumbuhan ekonomi sepanjang 2020.
Foto: Republika.co.id
Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Makro Ekonomi dan Keuangan Internasional Suminto mengatakan, masih ada beberapa downside risk atau risiko yang berpotensi menahan laju pertumbuhan ekonomi sepanjang 2020.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Makro Ekonomi dan Keuangan Internasional Suminto mengatakan, masih ada beberapa downside risk atau risiko yang berpotensi menahan laju pertumbuhan ekonomi sepanjang 2020. Poin-poin ini disampaikan melalui pertemuan menteri keuangan dan bank sentral G20 di Riyadh, Sabtu (22/2) dan Ahad (23/2). 

Salah satu downside risk yang mencuat dalam pertemuan G20 adalah geopolitik dan sisa-sisa tekanan perdagangan, meskipun sudah ada kesepakatan fase pertama antara Amerika Serikat (AS) dengan China. Kemudian, ada kebijakan yang tidak pasti akibat geopolitik. "Dan juga risiko terbaru, corona," ujar Suminto dalam konferensi pers di kantornya, Jakarta, Senin (2/3). 

Baca Juga

Berdasarkan World Economic Outlook (WEO) yang dirilis International Monetary Fund (IMF) pada Januari, tahun ini ekonomi global diharapkan mampu tumbuh 3,3 persen. Angka ini membaik dibandingkan kondisi tahun lalu, di mana ekonomi global tumbuh 2,9 persen. 

Dari beberapa downside risk yang ada, Suminto mengatakan, virus corona menjadi perhatian paling utama bagi seluruh anggota G20. Khususnya mengenai seberapa cepat China dan global mampu mengatasi penyebaran virus.

"Karena, seberapa besar dampaknya terhadap ekonomi, sangat dipengaruhi seberapa cepat kita mampu handle corona," ucapnya. 

Apabila tidak dapat diatasi, Suminto mengatakan, virus corona dapat menyebar luas ke seluruh dunia dan dampaknya pun akan lebih luas dan lama. 

Berdasarkan istilah yang disampaikan IMF, Suminto menjelaskan, dampak corona dapat lebih lama dan besar dibandingkan perang dagang. Sebab, virus ini mengganggu rantai pasok industri hingga mampu menggerus kepercayaan diri dunia usaha.

Di samping itu, Suminto menambahkan, G20 juga mengidentifikasi beberapa risiko lain yang akan membayangi ekonomi global. Di antaranya, kebakaran hutan Australia, cyberattack yang dapat mengancam stabilitas keuangan dan mendisrupsi kehidupan sosial ekonomi serta dinamika harga minyak dunia. 

G20 juga memiliki concern terhadap risiko utang, terutama utang perusahaan dan luar negeri dari negara berkembang. "Meskipun Indonesia dalam level cukup aman, tapi secara global, sudah muncul perhatian global terhadap risiko utang," tutur Suminto. 

Dalam konteks mengelola risiko ini, Suminto mengatakan, G20 berpandangan bahwa dibutuhkan keseimbangan antara kebijakan moneter akomodatif dan fiskal yang ekspansif.

Dari sisi kebijakan moneter, sepanjang masih ada ruang, pemerintah bersama otoritas diharapkan dapat membuat kebijakan yang mampu mengakomodasi aktivitas ekonomi. Sementara itu, dari sisi fiskal, fleksibilitas dan growth friendly harus menjadi fokus utama. 

Selain bauran kebijakan, G20 juga menekankan pentingnya solusi global untuk menghadapi tantangan ekonomi secara bersama-sama. “Semangat multirateralisme ditekankan. Bagaimana tantangan global membutuhkan solusi global, ini jadi jargon yang sangat kuat,” kata Suminto. 

Semangat itu termasuk dalam menghadapi penyebaran virus corona. Sebab, virus ini diketahui sudah menyebar di berbagai negara, sehingga membutuhkan kolaborasi. 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement