REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Kejaksaan Agung (Kejakgung) kembali melakukan pemblokiran aset tanah dan bangunan milik para tersangka kasus dugaa korupsi PT Asuransi Jiwasraya. Pemblokiran dilakukan tim pelacakan aset sebagai langkah awal penyitaan. Pemblokiran juga dilakukan penyidik sebagai upaya agar aset-aset berharga milik para tersangka Jiwasraya, tak berpindah tangan.
Kepala Pusat Penerangan dan Hukum (Kapuspenkum) Kejakgung Hari Setiyono dalam rilis resmi, Kamis (5/3) menyampaikan, sebetulnya ada delapan item aset yang dilakukan pemblokiran. Di antaranya, enam unit rumah mewah, dan satu apartemen. Lainnya, satu aset jenis kendaraan bermotor, juga ikut diblokir untuk disita.
“Pelacakan aset dilakukan juga permohonan pemblokiran tanah, bangunan, dan kendaraan,” kata Hari, Kamis (5/3).
Dalam rilisnya, Hari menerangkan, tanah beserta rumah yang diblokir, kebanyakan dari wilayah Jakarta Selatan (Jaksel). Ia memerinci yang diblokir itu, tanah dan rumah di Jalan Mas Murni Blok D2 Nomor 11, dan tanah beserta rumah di Jalan Puri Casablanca LT. 21 Nomor 6. Serta tanah dan rumah yang berada di Jalan Mas Murni D11 Permata Hijau.
Satu lahan tanah dan rumah di Jalan Hang Jebat Raya Nomor 7, juga dalam status blokir. Termasuk tanah dan rumah yang berada di Simprung Golf 17/D3, dan tanah beserta rumah di Jalan Denpasar Raya Kavling 5-7. Sedangkan satu unit aparteman yang dalam status blokir untuk disita, yakni satu unit hunian vertikal di Ambassade Residence LT-6 Unit H.
“Dan satu STNK beserta BPKB (Surat Tanda Kendaraan Bermotor dan Buku Pemilik Kendaraan Bermotor) yang dimintakan blokir ke Korlantas Polri,” terang Hari.
Akan tetapi, Hari tak menjelaskan aset tanah dan rumah yang berstatus blokir itu milik tersangka yang mana. Untuk aset kendaraan bermotor, pernah diketahui milik tersangka Hendrisman Rahim, mantan Direktur Utama PT Asuransi Jiwasraya.
Pemblokiran sejumlah aset tak bergerak ini, sebetulnya bukan yang pertama dilakukan Kejakgung untuk penyitaan. Pada Februari lalu, sebanyak 156 bidang tanah di Lebak, dan Tangerang yang diketahui milik tersangka Benny Tjokrosaputro juga dalam status blokir.
Dari tangan Benny Tjokro pula, Kejakgung melakukan blokir terhadap kepemilikan dua komplek perumahan seluas 60 dan 20 hektare di Parung Panjang, Bogor, Jawa Barat (Jabar). Sedangkan 93 unit apartemen mewah di Tower South Hills, milik tersangka Benny Tjokro sudah dalam status sita.
Selain itu, Kejakgung juga melakukan pemblokiran dan sita aset tambang yang diketahui punya tersangka Heru Hidayat. Kejakgung, menyita tambang batubara PT Gunung Bara Utama (GBU) di Sendawar, Kalimantan Timur (Kaltim). Sedangkan tambang emas di Lampung, PT Batutua Waykanan Mineral (BWM) yang juga diketahui milik tersangka Heru, sudah mendapatkan izin penyitaan, namun belum dilakukan eksekusi.
Dalam penyidikan Jiwasraya, masih ada tiga tersangka lainnya. Yakni, Joko Hartono Tirto, Harry Prasetyo, dan Syahmirwan. Keenamnya kini berstatus tahanan, dan menunggu nasib di pengadilan. Keenamnya dijerat dengan Pasal 2 ayat (1), dan Pasal 3, juncto Pasal 18 Pasal 18 UU Tipikor 20/2001, jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 65 ayat (1) KUH Pidana. Adapun untuk tersangka Benny Tjokro dan Heru Hidayat, Kejakgung juga menebalkan Pasal 3,4, dan 5 UU Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) 8/2010.
Kejakgung meyakini, kasus korupsi dan TPPU Jiwasraya, merugikan keuangan negara mencapai Rp 17 Triliun. Direktur Penyidikan Direktorat Pidana Khusus (Dir Pidsus) Kejakgung Febrie Adriansyah pernah mengatakan, seluruh aset yang dblokir, niatnya memang untuk disita atau dirampas oleh negara atas nama hukum. Seluruh aset yang disita itu nantinya, akan dijadikan alat bukti kejahatan. Ia menjanjikan, aset sitaan tersebut, nantinya untuk membayar ganti kerugian negara.