REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN -- Presiden Iran Hassan Rouhani berharap pandemi virus korona jenis baru atau Covid-19 di negaranya dapat mulai menurun antara dua hingga tiga minggu ke depan. Iran adalah salah satu negara yang paling terkena dampak parah. Iran mengalami jumlah kematian cukup tinggi setelah Italia dan Cina.
"Kita harus melakukan segalanya untuk mengembalikan kegiatan ekonomi sehingga bisa kembali normal," ujar Rouhani dalam pidato yang disiarkan televisi.
Pada Sabtu lalu, Kementerian Kesehatan Iran mengatakan, jumlah kematian telah meningkat lebih dari 100 menjadi 1.556. Sementara jumlah orang yang terinfeksi mencapai 20.610. Sebanyak 7.635 orang telah sembuh dari Covid-19.
Aljazirah melaporkan, Rouhani sedang berupaya untuk mengatasi krisis kesehatan dan menjaga stabilitas ekonomi serta sosiopolitik negaranya. Iran telah mengalami krisis akibat sanksi ekonomi setelah Amerika Serikat (AS) menarik diri dari perjanjian nuklir (JCPOA) pada 2018.
Ketidakmampuan negara untuk mendapatkan alat medis yang sangat dibutuhkan, telah menghambat upaya untuk memerangi Covid-19.
"Bangsa kita telah berhasil mencapai tujuannya, meskipun ada kesulitan Iran akan mengatasi virus corona dengan persatuan," kata Rouhani.
Sejak mengumumkan dua kematian pertama akibat Covid-19 di Qom pada 19 Februari lalu, Iran telah mengambil langkah cepat untuk mencegah penyebaran virus itu. Diantaranya, menutup sekolah dan perguruan tinggi hingga awal April. Selain itu, Iran juga menutup tempat-tempat ziarah termasuk kuil Fatima Masumeh di Qom.
Pihak berwenang Iran telah meminta seluruh warga untuk menghindari semua perjalanan selama liburan Tahun Baru Persia. Biasanya pada musim liburan ini seluruh warga bepergian ke luar kota. Sayangnya, larangan itu telah diabaikan oleh banyak orang. Menurut Bulan Sabit Merah Iran, sekitar tiga juta orang telah meninggalkan 13 provinsi yang paling parah terdampak Covid-19 sejak 17 Maret.