Selasa 24 Mar 2020 04:51 WIB

Dampak Covid-19, Industri Tekstil Minta Stimulus

Penurunan permintaan pasar berakibat penurunan kinerja dan kemampuan bayar industri

ilustrasi. Seorang pedagang menata kain tekstil dagangannya di Pasar Ikan Medan, Sumatera Utara, Rabu (5/2/2020).
Foto: Antara/Septianda Perdana
ilustrasi. Seorang pedagang menata kain tekstil dagangannya di Pasar Ikan Medan, Sumatera Utara, Rabu (5/2/2020).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pelaku industri tekstil, yang tergabung dalam Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) dan Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filamen Indonesia (APSyFI), meminta stimulus dalam menghadapi kondisi perekonomian yang tak mudah akibat wabah COVID-19.

“Perubahan yang terjadi secara mendadak ini akan memberikan dampak, tidak hanya dampak kejut, tapi cenderung dampak destruktif terhadap industri, jika pendekatan pemerintah masih seperti dalam keadaan normal,” kata Ketua API Jemmy Kartiwa Sastraatmaja saat konferensi video di Jakarta, Senin (23/3).

Menurut dia, penurunan permintaan pasar yang signifikan akan mengakibatkan penurunan drastis terhadap kinerja dan kemampuan bayar industri. “Dalam forum ini kami memohon intervensi pemerintah untuk memberikan relaksasi pembiayaan terkait dampak pandemikCOVID-19 ini agar tekstil dan produk tekstil (TPT) dapat menjaga aktivitas produksi dan mempertahankan serapan tenaga kerja, terutama menjelang Ramadhan dan hari raya,” ujar Jemmy.

Dalam hal ini, pelaku usaha meminta stimulus di sektor keuangan berupa relaksasi penundaan sementara pembayaran pokok minimal satu tahun tanpa limitasi jumlah kredit, penurunan bunga kredit pinjaman, serta stimulus modal kerja untuk tetap berproduksi sehingga tidak jadi PHK di sektor TPT.

Di sektor perpajakan, pelaku usaha meminta pemerintah memberi keringanan PPh badan 50 persen untuk tahun 2020.“Kami juga mengusulkan kesempatan perbaikan SPTbadan dan pribadi dengan membayar pokok saja, dan penghapusan sanksi,” ujarnya.

Selanjutnya, penundaan tenggat pembayaran PPh badan yang semula 30 April menjadi 30 Oktober dan PPh pribadi yang semula 31 Maret menjadi 30 September dengan penghapusan denda dan bunga. memperpanjang masa pembayaran PPN keluaran menjadi 90 hari, sebagai contoh untukpenjualan Maret, PPN-nya seharusnya disetor April, namundiperpanjang menjadi Juli. “Pertimbangannya adalah barang yang dijual rata rata tempo pembayarannya 120 hari dan sebagai antisipasi perpanjangan waktu pembayaran lanjutan dari konsumen sebagai dampak dari pelambatan pasar,” katanya.

 

sumber : antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement