REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat dari Komnas Pendidikan, Andreas Tambah, mendukung penghapusan Ujian Nasional (UN) tahun ini akibat pandemi virus corona. Penghapusan UN dianggap opsi yang bijak jika mempertimbangkan situasi sekarang.
Kasus positif corona di Indonesia sudah hampir mencapai 600 orang. Belum ada tanda-tanda corona bakal mereda setelah pemerintah menganjurkan pembatasan jarak sosial dan meliburkan sekolah, ibadah dan kantor.
"Mungkin ini langkah yang paling tepat mengingat wabah ini belum ada kepastian kapan berakhir. Dan untuk menjaga agar program tahun depan tidak begitu terganggu," kata Andreas pada Republika, Selasa (24/3).
Andreas menganggap, penghapusan UN tak banyak berpengaruh pada mayoritas siswa. Kebijakan ini juga sejalan dengan kegiatan sekolah dari rumah.
Jika UN dipaksakan, sementara siswa belajar dari rumah, maka dikhawatirkan sulit meraih nilai maksimal karena minim kegiatan belajar mengajar secara langsung.
"Bagi guru mungkin tidak ada dampak serius, hanya saja secara moral guru punya tanggungjawab. Bagi siswa tentu ini juga ada plusnya seperti tidak harus kerja keras di tengah ancaman Covid-19," ujarnya.
Andreas mengingatkan, otoritas di bidang pendidikan mempertimbangkan patokan apa yang digunakan sebagai pengganti UN tahun ini. Dengan begitu siswa tak dilanda kecemasan karena urung mengikuti UN.
"Kalau menurut saya tidak begitu berpengaruh, asalkan kebijakan guru dalam memberikan penilaian kepada peserta didik benar-benar dapat dipertanggungjawabkan, tidak asal kasih nilai semacam penebusan dosa," ucapnya.
Sebelumnya, DPR dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) sepakat pelaksanaan ujian nasional (UN) SMP dan SMA ditiadakan tahun ini. Sejumlah opsi pengganti nilai UN tengah dipertimbangkan agar memberi keadilan bagi para siswa.