Kamis 26 Mar 2020 12:09 WIB

Sesmenko Paparkan Fokus Stimulus Lanjutan Hadapi Covid-19

Pemerintah fokus meningkatkan daya beli kelompok masyarakat terdampak covid-19.

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Friska Yolandha
Warga antre membuat kartu bantuan pangan non tunai (BPNT) di Kantor Desa Jatimulya, Lebak, Banten, Senin (24/6). Pemerintah fokus meningkatkan daya beli kelompok masyarakat terdampak dan menjaga kelangsungan usaha, termasuk mengurangi kemungkinan pemutusan hubungan kerja (PHK) di tengah penyebaran wabah corona di Indonesia.
Foto: Antara/Muhammad Bagus Khoirunas
Warga antre membuat kartu bantuan pangan non tunai (BPNT) di Kantor Desa Jatimulya, Lebak, Banten, Senin (24/6). Pemerintah fokus meningkatkan daya beli kelompok masyarakat terdampak dan menjaga kelangsungan usaha, termasuk mengurangi kemungkinan pemutusan hubungan kerja (PHK) di tengah penyebaran wabah corona di Indonesia.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono menyebutkan, ada dua fokus pemerintah dalam memformulasikan stimulus lanjutan untuk menghadapi wabah virus corona (Covid-19). Fokus tersebut adalah meningkatkan daya beli kelompok masyarakat terdampak dan menjaga kelangsungan usaha, termasuk mengurangi kemungkinan pemutusan hubungan kerja (PHK).

Untuk meningkatkan daya beli, pemerintah membaginya ke dalam beberapa kelompok yang dinilai paling terdampak dengan wabah Covid-19. Pertama, 29,3 juta masyarakat yang termasuk dalam 40 persen kelompok termiskin. 

Baca Juga

"Ini akan dialokasikan dalam bentuk bantuan langsung tunai," ujar Susiwijono dalam konferensi pers live streaming, Kamis (26/3).

Dari total 29,3 juta masyarakat, baru 15,2 juta di antaranya yang sudah terdata dengan valid. Mereka merupakan keluarga penerima manfaat dari program Kementerian Sosial, yakni Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT). Pemerintah akan mendata kembali untuk sisanya, sekitar 14,1 juta masyarakat.

Bantuan langsung tunai juga diberikan pada pekerja sektor informal dan usaha mikro kecil. Di antaranya pedagang di pasar, pedagangan toko kecil hingga sopir transportasi online. Susiwijono mengatakan, kini pemerintah sedang mengumpulkan data dari perusahaan maupun asosiasi terkait agar bantuan yang diberikan tepat sasaran.

Pekerja informal harian di mal atau pusat perbelanjaan sasaran juga menjadi bagian dari kelompok yang mendapatkan bantuan langsung tunai. Pemerintah akan menghubungi Asosiasi Pengusaha Pusat Belanja Indonesia (APPBI) untuk mengumpulkan data.

Selain peningkatan daya beli masyarakat terdampak, Susiwijono menambahkan, pemerintah juga menekan tingkat PHK dengan memperhatikan cashflow perusahaan. "Karena itu, pemerintah menjajaki penerbitan satu bentuk surat utang baru atau bond, namanya Recovery Bond," ujarnya.

Surat utang pemerintah dalam rupiah ini ditargetkan untuk dibeli oleh Bank Indonesia (BI) atau swasta yang mampu, seperti eksportir. Dana dari hasil penjualan akan dipegang pemerintah untuk kemudian disalurkan ke seluruh dunia usaha dalam bentuk kredit khusus yang dibuat seringan mungkin. Dengan begitu, pengusaha bisa membangkitkan dunia usaha secara maksimal.

Tapi, Susiwijono menekankan, pengusaha tidak boleh PHK. "Kalaupun kena PHK, harus memeprtahankan 90 persen karyawan dengan gaji tidak berkurang dari sebelumnya," tuturnya.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement