REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Di antara 12 bulan penanggalan Islam, Sya'ban menempati urutan kedelapan. Sejarah mencatat, banyak peristiwa besar terjadi pada bulan Sya'ban. Misalnya, perpindahan arah kiblat dari Masjid al-Aqsha menuju Ka'bah (QS al-Baqarah: 144). Selain itu, turunnya ayat Alquran yang menganjurkan untuk membaca shalawat (QS al-Ahzab: 56). Rasulullah SAW juga menerangkan, diangkatnya catatan amal manusia juga terjadi tiap bulan Sya'ban.
Hal itu disampaikan dalam hadis riwayat Abu Dawud dan Nasa'i. Suatu kali, Usamah bertanya kepada Nabi SAW, "Wahai Rasulullah, kelihatannya tak satu bulan pun yang lebih banyak engkau puasakan daripada bulan Sya'ban?"
Nabi SAW menjawab, "Bulan itu sering dilupakan orang karena letaknya antara Rajab dan Ramadhan, sedangkan pada bulan itulah diangkat amalan-amalan kepada Tuhan Rabbul 'Alamin. Maka, saya ingin amalan saya dibawa naik selagi saya dalam keadaan berpuasa."
Di bulan ini, banyak kaum Muslimin mengikuti salah satu teladan Rasul SAW, yakni puasa sunnah. Selain itu, ada pula suatu tradisi yang sudah begitu membudaya di Tanah Air. Yakni, peringatan malam Nisfu Sya'ban.
Itu adalah malam 15 Sya'ban. Dalam penanggalan sekarang, malam itu terjadi pada 8-9 April 2020.
Sarat keutamaan
Bagi sebagian kalangan, malam itu dianggap istimewa. Mereka mendasarkan pada hadis dari Mu’adz bin Jabal, dari Nabi SAW. Beliau bersabda, "Allah mendatangi seluruh makhluk-Nya pada malam Nisfu Sya’ban. Dia pun mengampuni seluruh makhluk kecuali orang musyrik dan orang yang bermusuhan."
Hadis lainnya diriwayatkan dari Abdullah bin Amr, Nabi SAW bersabda, "Allah ‘Azza wa Jalla mendatangi makhluk-Nya pada malam Nisfu Sya’ban, Allah mengampuni hamba-hamba-Nya kecuali dua orang, yaitu orang yang bermusuhan dan orang yang membunuh jiwa."
Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan al-Dailami, Imam 'Asakir, dan al-Baihaqy, Rasulullah SAW bersabda, "Ada lima malam di mana doa tidak tertolak pada malam-malam tersebut, yaitu malam pertama bulan Rajab, malam Nisfu Sya'ban, malam Jumat, malam Idul Fitri dan malam Idul Adha."
Hadis-hadis di atas, menurut jumhur ulama, termasuk dhaif.
Akan tetapi, terdapat riwayat dari generasi tabiin yakni yang menghuni Negeri Syam (Suriah). Mereka diketahui gemar menghidupkan malam Nisfu Sya'ban dengan shalat sunah.
Di Indonesia, tak sedikit yang biasanya menggelar acara tertentu untuk menghidupkan malam Nisfu Syaban.
Misalnya, membaca doa, baik secara sendiri-sendiri maupun beramai-ramai. Cara lainnya, seorang dari jamaah majelis membacakan (men-talqin) doa tersebut, kemudian jamaah mengikutinya. Atau, salah seorang berdoa dan jamaah lain mengaminkan saja sebagaimana maklumnya. Kegiatan lainnya adalah membaca surat Yasin tiga kali setelah maghrib, baru dilanjutkan dengan berdoa.
Intinya, Sya'ban termasuk bulan yang dimuliakan. Rasulullah SAW sendiri menganjurkan agar banyak berpuasa sunah di dalamnya. Apalagi, dalam beberapa hari lagi sejak itu kita akan memasuki bulan suci Ramadhan.
Tidak semua umat Islam Indonesia sependapat dengan tradisi menghidupkan malam Nisfu Syaban. Untuk itu, sikap saling menghormati perlu dikedepankan. Terlebih, amaliah menghidupkan malam Nisfu Sya'ban merupakan persoalan fur'iyyah yang hendaknya diisi ibadah untuk mempertebal keimanan. Wallahu a'lam