REPUBLIKA.CO.ID, KUALA LUMPUR -- Maskapai Japan Airlines mulai April akan mengizinkan pramugari memakai celana panjang dan meninggalkan sepatu hak tinggi.
Maskapai ini menjadi salah satu perusahaan besar Jepang pertama yang mengumumkan perubahan kebijakan setelah kampanye yang dikenal sebagai #KuToo tahun lalu diserukan untuk menolak kewajiban memakai sepatu hak tinggi di tempat kerja. Dimana seruan itu menarik lebih dari 32 ribu tanda tangan dalam petisi daring.
Kampanye ini adalah bagian dari gerakan feminisme yang lebih luas di Jepang yang secara sosial konservatif, dengan Japan Airlines mengatakan kebijakan baru itu bertujuan meningkatkan "lingkungan kerja yang beragam".
"Ini akan menjadi pertama kalinya untuk memperkenalkan celana panjang dan untuk memberikan opsi tambahan untuk alas kaki," kata juru bicara Mark Morimoto kepada Thomson Reuters Foundation melalui surel.
Perubahan kebijakan yang mulai berlaku pada April, akan memungkinkan hampir 6.000 anggota awak kabin perempuan untuk memilih alas kaki yang "paling sesuai dengan kebutuhan mereka", dengan atau tanpa hak, kata maskapai itu.
Kampanye #KuToo telah menyoroti standar kecantikan yang kaku pada wanita di Jepang, peringkat 121 dari 153 negara dalam indeks terbaru Global Gender Gap yang dirilis Global World Forum.
Tagar #KuToo adalah permainan kata-kata Jepang untuk sepatu yakni kutsu dan rasa sakit yaitu kutsuu.
Kampanye itu dimulai oleh aktris dan aktivis Yumi Ishikawa yang mengunggah ke twitter tentang dirinya yang dipaksa memakai sepatu hak tinggi untuk pekerjaan paruh waktu di rumah duka.
"Ini adalah langkah besar mengingat Japan Airlines adalah perusahaan besar," kata Ishikawa kepada Thomson Reuters Foundation, dengan mengatakan perusahaan harus memprioritaskan kesehatan dan keselamatan perempuan.
"Bukan hanya maskapai penerbangan--ada juga hotel, pusat perbelanjaan, bank, dan banyak perusahaan lain memberlakukan persyaratan ini. Saya harap mereka mengikuti contoh ini."
Perdana Menteri Shinzo Abe mengatakan bulan ini perempuan seharusnya tidak menderita akibat persyaratan kode pakaian, menurut media setempat, meskipun seorang menteri sebelumnya mengatakan mereka "penting dan sesuai" di tempat kerja.
Dalam protes di media sosial lainnya, perempuan Jepang menggunakan twitter untuk menuntut hak memakai kacamata untuk bekerja pada bulan November, setelah laporan tentang adanya larangan dari pengusaha.