REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi II DPR RI menyepakati usulan penundaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2020 dalam rapat dengar pendapat (RDP), Senin (30/3). Selain itu, berbagai pihak terkait dalam rapat itu juga menyepakati penundaan pilkada serentak diatur dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu).
"Semua juga sepakat bahwa penundaan ini perlu diatur dalam Perppu. Sebab dalam situasi saat ini, revisi UU tampaknya tidak bisa dilaksanakan," ujar Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, Pramono Ubaid Tanthowi, usai RDP, Senin petang.
Ia mengatakan, Komisi II DPR RI meminta pemerintah menyiapkan payung hukum berupa Perppu terhadap penundaan Pilkada. Sebab, waktu pemungutan suara Pilkada 2020 secara eksplisit diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada.
Sehingga, ketika pemungutan suara Pilkada 2020 serentak di 270 daerah tak sesuai UU, perlu ada perubahan dalam beleid tersebut khususnya Pasal 201 ayat (6). UU Nomor 10 Tahun 2016, menyebutkan, pemungutan suara kepala daerah hasil pemilihan 2015 dilaksanakan pada September 2020.
Sedangkan, revisi UU melalui pembahasan di DPR RI tidak memungkinkan karena kasus virus corona yang makin meningkat dan menyebar di Indonesia. Sehingga, setiap pihak termasuk anggota legislatif juga harus mentaati protokol penanganan pencegahan penyebaran Covid-19.
"Sebab memerlukan rapat-rapat pembahasan oleh Komisi II DPR secara intensif. Padahal ada aturan social distancing," kata Pramono.
Sementara itu, KPU telah menyampaikan tiga opsi penundaan Pilkada 2020. Opsi pertama, pemungutan suara Pilkada 2020 dilakukan pada 9 Desember 2020, karena penundaan tahapan pilkada berlangsung selama tiga bulan, mengikuti status masa tanggap darurat bencana Covid-19 hingga 29 Mei 2020.
Opsi kedua, penundaan Pilkada 2020 hingga 17 Maret 2021. Opsi ketiga, penundaan pilkada selama satu tahun, sehingga pemungutan suara dilaksanakan pada 29 September 2021.