Selasa 31 Mar 2020 13:39 WIB

Covid-19, Polri Sudah Bubarkan Massa Hampir 10 Ribu Kali

Polri tak segan menindak secara hukum kepada masyarakat yang menolak dibubarkan.

Rep: Arif Satrio Nugroho/ Red: Ratna Puspita
Kapolri Jenderal Idham Azis
Foto: Antara/Rivan Awal Lingga
Kapolri Jenderal Idham Azis

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Polri telah melakukan ribuan pembubaran massa terkait penanganan Covid-19 dalam hal menjaga jarak sosial masyarkat. Hingga Selasa (31/3), Polri sudah membubarkan massa sebanyak hampir 10 ribu kali.

"Pembubaran massa yang dilakukan sebanyak 9.733," kata Kapolri Idham Azis dalam rapat daring bersama Komisi III (Hukum) DPR RI pada Selasa (31/3).

Baca Juga

Polri sebelumnya telah mengeluarkan Maklumat Kapolri bernomor Mak/2/III/2020 pada 19 Maret 2020. Kepala Kepolisian RI Jenderal Idham Azis meminta agar masyarakat tidak mengadakan kegiatan sosial yang melibatkan banyak orang atau massa dalam jumlah besar.

Kegiatan yang dimaksud dapat berupa pertemuan sosial, budaya dan keagamaan seperti seminar, lokakarya, sarasehan, konser musik pekan raya, festival, bazar, pasar malam, pameran dan resepsionis keluarga, olahraga, kesenian dan jasa hiburan.

Atas dasar itu, Polri tak segan menindak secara hukum kepada masyarakat yang menolak dibubarkan saat berkumpul. Pembubaran itu berlandaskan Pasal 212 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), Pasal 214 KUHP, Pasal 126 ayat (1) KUHP, dan Pasal 128 KUHP.

Bila masyarakat menolak atau melawan aparat, Polri mengancam bakal menjerat dengan pasal pidana. Ancaman hukumannya mulai dari empat bulan hingga tujuh tahun bagi mereka yang menolak dengan kekerasan.

Idham mengatakan, meski pembubaran hampir mencapai 10 ribu, sejauh ini belum ada masyarakat uang dikenai pidana. "Karena masyarakat kita masih patuh dan memahami," kata Idham. 

Anggota Komisi III dari Fraksi Golkar Adies Kadir sempat mengkritik pembubaran Polri. Pasalnya, ada sejumlah video viral di mana personel Polisi membubarkan warga dengan cara membentak. 

Azis pun merespons dan menyatakan akan menegur setiap anggota yang tidak mengedepankan pendekatan humanis. Idham menegaskan, pembubaran masyarakat harus menggunakan pendekatan humanis, dan penegakan hukum baru diberlakukan bila terjadi perawan.  

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement