REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kisah ini berkenaan dengan detik-detik hijrahnya Nabi Muhammad SAW dari Makkah ke Madinah. Pada malam itu, Rasulullah SAW sedang di rumahnya.
Sementara itu, para pimpinan kafir Quraisy berkumpul di Daarun Nadwah. Masing-masing mereka mengepalai setiap suku di Makkah yang memusuhi Islam.
Belum sampai di lokasi pertemuan, mereka berpapasan dengan seorang tua yang tampak begitu berwibawa. Padahal, orang tua itu adalah iblis yang telah mengubah wujudnya menjadi manusia.
"Siapa Anda?" tanya seorang pemimpin suku Quraisy.
"Saya sesepuh dari Nejed. Saya mendengar urusan yang membuat kalian mengadakan pertemuan ini sehingga saya pun ingin ikut hadir. Kalian tidak akan rugi mendengarkan nasihat saya.”
Maka itu, para petinggi Quraisy pun membolehkan orang tua itu ikut berdiskusi. Di dalam ruangan remang-remang itu, para manusia dan jin (iblis) itu mulai membahas rencana membunuh Nabi Muhammad SAW.
Seseorang dari mereka mengajukan usul, "Belenggu saja Muhammad dengan tali, lalu tunggu hingga maut menjemputnya. Biarlah ia mampus seperti para penyair sebelumnya–Zuhair dan an-Nabighah–sebab Muhammad tidak lebih seperti penyair!"
Orang tua alias iblis menimpali, "Sungguh, itu bukan usul yang tepat. Muhammad bisa saja mengirimkan informasi kepada sahabat-sahabatnya sehingga mereka bergerak merebut belenggu itu dari tangan kalian, lalu mereka melindungi Muhammad dari gangguan kalian. Kalau sudah begitu, aku khawatir mereka akan mengusir kalian dari negeri ini! Carilah cara lain!”
Seseorang kemudian berkata, “Usir saja Muhammad dari negeri kita agar kita dapat hidup tenang. Sebab, kalau dia sudah keluar, apa yang ia perbuat tidak akan berakibat apa pun untuk kita."
Iblis yang mengaku sesepuh Nejed itu berkata, “Ini pendapat yang tidak bagus. Tidakkah kalian lihat, betapa pandainya ia menarik hati orang-orang dengan perkataannya?! Demi Allah, seandainya kalian melakukan pilihan ini, lalu Muhammad membujuk orang-orang Arab, pasti mereka bersatu di bawah komandonya, lalu Muhammad akan membantai para pemimpin kalian.”
Seketika, Abu Jahal berkata, “Demi Allah, aku akan sampaikan kepada kalian usul yang jitu!"
"Apa itu?" tanya mereka tak sabar.
"Kita ambil dari setiap suku Quraisy seorang pemuda yang terbaik dan paling tangguh. Tiap-tiap pemuda itu membawa pedang, lalu semuanya menikam Muhammad secara bersama-sama. Kalau begitu, darah Muhammad akan terbagi kepada seluruh suku. Kukira, satu marga dari Bani Hasyim itu (marga asalnya Nabi Muhammad --Red) tidak akan sanggup memerangi seluruh Quraisy. Dan kalau mereka menyadari hal itu, pasti mereka mau menerima tebusan, alih-alih perang. Dengan demikian, kita bisa tenang dan terbebas dari gangguan Muhammad!"
Iblis yang pura-pura jadi manusia tersenyum senang mendengar usulan Abu Jahal. Maka sepakatlah para dedengkot musyrikin ini. Mereka lantas bubar setelah sepakat untuk melaksanakan rencana tersebut.
Yang mereka tak ketahui, Malaikat Jibril malam itu juga turun, mendatangi Nabi SAW. Jibril berkata agar Rasulullah SAW tidak tidur di kamar yang biasa beliau tempati.
Jibril lantas memberi tahu kepada beliau tentang makar kaum Quraisy. Rasulullah SAW pun tidak tidur di rumahnya pada malam itu.
Kemudian, turunlah ketetapan dari Allah Ta'ala agar beliau keluar dari Makkah untuk menuju Madinah. Dalam perjalanan hijrah ini, Nabi SAW didampingi Abu Bakar ash-Shiddiq. Sedangkan Ali bin Abi Thalib berada di kamar tidur Nabi SAW untuk menyamar agar orang-orang Quraisy yang hendak menyerbu itu mengira Muhammad SAW masih ada di tempatnya.
Hijrah itu akhirnya sukses. Makar yang digodok kaum musyrik sekaligus iblis itu gagal total.
Ketika Nabi SAW di Madinah, turunlah firman Allah Ta'ala, surah al-Anfaal ayat 30 berkenaan peristiwa itu. Artinya, "Dan (ingatlah), ketika orang-orang kafir (Quraisy) memikirkan tipu daya terhadapmu (Muhammad) untuk menangkap dan memenjarakanmu atau membunuhmu, atau mengusirmu. Mereka membuat tipu daya dan Allah menggagalkan tipu daya itu. Allah adalah sebaik-baik pembalas tipu daya."