REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) mendesak pemerintah dan DPR untuk menunda rencana pembahasan Rancangan Undang-undang KUHP melalui carry over. Direktur Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Erasmus Napitupulu menilai RKUHP tidak menjawab persoalan kelebihan kapasitas rumah tahan (rutan) dan lembaga permasyarakatan (lapas).
"Apakah RKUHP menjawab over crowding? Enggak. RKUHP kita masih overcriminalization," kata Erasmus dalam diskusi yang digelar melalui daring, Ahad (5/4).
Ia menyebut kelebihan kapasitas penjara adalah hasil dari sistem yang selama ini tidak berjalan baik dan dipupuk pemerintah, yakni overcriminalization atau kriminalisasi berlebih.
Karena itu, ia menganggap sistem krminalisasi berlebih yang ada saat ini perlu diubah. "DPR bilang RKUHP disahkan untuk jawab covid-19. Apanya yang mau dijawab? sudahlah, jangan dibahas dulu, dibongkar dulu karena overcriminalization masih belum beres," ungkapnya.
Ia menjelaskan selama ini pemerintah dinilai masih menerapkan kriminalisasi berlebih. Bahkan, kasus-kasus seperti pengguna narkoba penting juga dipenjarakan.
"Karena pidana penjara dianggap solusi, angka pemenjaraan naik," ujarnya.
Tidak hanya itu, ancaman hukuman penjara juga mengalami kenaikan. Misalnya, hukuman untuk kasus seperti ITE bisa mencapai lima tahun, pornografi sampai 10 tahun, perjudian bisa sampai 9 tahun.
"Karena penahanan dilakukan, hakim akan cenderung memberikan pidana penjara. dalam tanda kutip kalau orang sudah ditahan, hakim tidak berikan penjara, hakim akan dianggap tidak bijak," ujarnya.