REPUBLIKA.CO.ID, KAIRO -- Ulama Al-Azhar Mesir mengeluarkan fatwa pada Jumat (3/4) kepada umat Islam terkait dampak Covid-19, berdasarkan tanggungjawab dan kewajiban agama. Termasuk di dalamnya mengenai hukum mengumpulkan orang banyak untuk berdoa dan memohon ampunan pada Allah, menyebarkan berita bohong, menimbun barang untuk dijual dengan harga tinggi, hingga hukum zakat.
Berdasarkan dokumen yang didapatkan dari Organisasi Internasional Alumni Al Azhar Cabang Indonesia disebutkan, Dewan Ulama Senior Al-Azhar di bawah pimpinan Grand Syeikh Prof Dr Ahmed Al-Tayyib, Pemimpin Tertinggi Al-Azhar mengeluarkan fatwa sebagai berikut.
Berdasarkan ketetapan para ulama fiqih, hukum-hukum Islam berkisar pada upaya melestarikan lima tujuan pokok yang merupakan induk dari semua ketetapan hukum yang bersifat furû`iyyah (cabang). Kelimanya disebut al-dharûriyyât al-khams (lima hal fundamental), yaitu: (memelihara) jiwa, agama, keturunan, harta dan akal.
Para penganut agama-agama samawi dan mereka yang berakal sehat bersepakat untuk melestarikan dan memelihara hal-hal tersebut. Teks-teks keagamaan yang terkait upaya memelihara jiwa antara lain, firman Allah: “Jangan jerumuskan dirimu ke dalam kebinasaan” (QS. Al-Baqarah/2: 195), dan sabda Nabi Saw.: “Tidak boleh melakukan sesuatu yang membahyakan diri dan orang lain”. (HR. Ibn Majah, Al-Daruquthni dan lainnya), dan sebagainya.
Berdasarkan hal tersebut, sebagian dari apa yang dilakukan sekelompok orang sebagai akibat dari penyebaran virus corona bertolak belakang dengan teks-teks keagamaan dan bertentangan dengan aturan hukum yang berlaku. Oleh karena itu, perlu dijelaskan beberapa persoalan terkait perilaku tersebut.
Pertama: Hukum agama terkait perkumpulan massa di tengah situasi Covid-19 untuk berdoa dan memohon ampunan.
Berzikir kepada Allah adalah perbuatan terpuji di setiap waktu dan keadaan, baik dilakukan secara perorangan maupun bersama-sama. Allah memerintahkan kita untuk memperbanyak zikir melalui firman-Nya, “Wahai orang-orang yang beriman! Ingatlah kepada Allah, dengan mengingat (nama-Nya) sebanyak-banyaknya, dan bertasbihlah kepada-Nya pada waktu pagi dan petang (QS. Al-Ahzab/33: 41-42).
Namun, mengenai Covid-19 dan penyebarannya, para dokter telah melaporkan bahwa virus ini menyebar karena percampuran orang dan kerumunan massa. Oleh karenanya, pemerintah telah mengeluarkan keputusan untuk mencegah perkumpulan massa dan menghentikan sementara waktu shalat Jumat dan shalat berjamaah, karena dapat menyebabkan peningkatan penyebaran epidemi disebabkan orang banyak bercampur dan berkumpul di satu tempat.
Hal ini berpotensi mengakibatkan bahaya bagi diri sendiri dan orang lain. Allah melarang semua itu secara tegas dalam firman-Nya: “Jangan jerumuskan dirimu ke dalam kehancuran” (QS. Al-Baqarah/2: 195). Selain itu, tidak ada perintah agama untuk mengumpulkan masa ketika terjadi wabah dalam rangka berdoa atau memohon ampunan.
Pada masa Khalifah Umar bin Khattab pernah terjadi thâ`ûn (wabah penyakit menular yang mematikan). Tetapi, beliau tidak memerintahkan orang untuk berkumpul melakukan doa, istigfar atau shalat bersama agar wabah tersebut hilang.
Setiap orang yang mengundang kerumunan massa seperti itu untuk berdoa dan memohon ampunan, padahal telah nyata bahaya yang mengancam, dinilai telah berdosa dan melanggar hukum Allah. Agama meminta agar mereka berdoa kepada Allah di rumah masing-masing, dengan penuh kekhusyukan dan kerendahan hati, memohon agar Allah menganugerahkan kesehatan, mengangkat wabah ini, dan bencana segera sirna dari semua orang.