REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI menyebutkan ada sejumlah kriteria dari untuk menentukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di suatu wilayah. Mekanisme pertama, dilihat dari jumlah kasus positif dan kematian yang menyebar dan cepat, serta keterkaitan epidimologis yang serupa dengan wilayah atau negara terdampak lain.
"Kriteria wilayah dapat ditentukan dari permohonan kepala daerah dan gugus tugas untuk menetapkan suatu wilayah untuk diberlakukan PSBB," kata Sekjen Kemenkes RI Oscar Primadi dalam jumpa pers Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 di Graha BNPB di Jakarta, Ahad (5/4).
Kedua, Oscar menambahkan PSBB ditetapkan menkes dengan permohonan dari gubernur, bupati atau wali kota maupun gugus tugas untuk menetapkan PSBB di wilayah tertentu. Permohonan tersebut, lanjut dia, harus disertai sejumlah data, seperti bukti peningkatan dan penyebaran berdasarkan waktu, kejadian transmisi lokal, dan informasi kesiapan daerah.
Informasi kesiapan daerah meliputi ketersediaan kebutuhan hidup pokok masyarakat, sarana dan prasarana, anggaran, dan keamanan. Selanjutnya, Menkes akan menetapkan PSBB untuk wilayah tertentu dalam waktu paling lama dua hari sejak diterimanya laporan.
Oscar mengatakan PSBB berbeda dengan karantina, tetapi bersifat lebih ketat daripada imbauan jaga jarak sosial (social physical distancing). "PSBB kita harapkan lebih ketat daripada social distancing. Sifatnya bukan imbauan, tapi penguatan pengaturan kegiatan penduduk dan penegakan hukum, tentunya dengan instansi berwenang sesuai UU yang berlaku," kata dia.
Oscar berharap pelaksanaan PSBB dapat memutus rantai penularan dari hulunya, dan dilaksanakan selama masa inkubasi terpanjang. Namun, tak menutup kemungkinan untuk diperpanjang dengan indikasi penyebaran yang tinggi.
"Tentunya pelaksanaan ini tak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah, namun juga masyarakat agar bisa terlaksana dengan baik," pungkasnya.