REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kondisi adanya pandemi penyakit yang disebabkan oleh virus korona terbaru, COVID-19 membuat seluruh dunia menerapkan karantina di rumah. Di Indonesia, pemerintah daerah masing-masing pun menganjurkan untuk beraktivitas di rumah, seperti bekerja, belajar, dan beribadah di rumah.
Hal ini bukan tidak ada maksud ataupun tujuan. Selain demi keselamatan diri dan terhindar dari virus ini, tapi juga ditujukan untuk memutus rantai penyebaran virus korona yang dikenal sangat cepat dalam penularannya.
Menurut psikolog Dr Seto Mulyadi yang tergabung dalam Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), dalam masa-masa karantina dan bekerja di rumah, penting bagi seseorang untuk terus menemukan kekuatan untuk bertahan di masa pandemi ini dan menemukan hal-hal positif.
Laki-laki yang akrab disapa Kak Seto itu mengatakan, dalam masa karantina, kondisi diri sendiri kemungkinan akan mengalami masa-masa kesendirian dan terpisah dengan sosial. Namun, hal itu bukan berarti sebuah hal yang buruk bagi diri sendiri.
Dia mengibaratkan masa karantina ini merupakan hal yang pernah dilakukan oleh tokoh pewayangan. “Ada saat Arjuna bertapa. Dalam keadaan bertapa, itu penuh dengan godaan. Mungkin ada binatang buas, mungkin ada bidadari yang turun sengaja untuk memancing Arjuna. Tapi Arjuna tetap bertahan untuk menyelesaikan pertapaannya sampai selesai,” tutur Seto dalam konferensi pers BNPB, Sabtu (4/4).
Seto mengatakan, dalam masa karantina ini, orang-orang bisa memanfaatkannya dengan bermeditasi serta berdzikir untuk bisa menjadi pribadi yang lebih kuat lagi. Dia juga meminta masyarakat untuk memanfaatkan momentum ini untuk menemukan keharmonisan di dalam keluarga.
“Kita bisa berdialog lagi dengan anggota keluarga lain, yang mungkin selama ini tidak ada komunikasi. Kita bisa menciptakan sinergi di masa-masa sekarang ini,” kata dia.
Peranan orang tua pada masa pandemi ini sangat penting untuk anak-anaknya. Seto mengatakan, orang tua bisa menjadi sahabat bagi anak-anaknya.
Orang tua juga bisa mengambil alih peran sebagai guru. Meskipun demikian, tantangan untuk berperan menjadi guru juga sangat besar bagi para orang tua.
Oleh karenanya, dia memberikan sebuah wejangan dalam hal membimbing anak-anak, saling menyelamatkan satu samalain, dan tetap kuat dalam menghadapi masa karantina ini. Wejangan itu disingkat sebagai kata ‘Gembira’.
Di mana G berarti Gerak. “Jangan //mager// (malas gerak). Jangan hanya karena kita di rumah kita duduk saja, menonton televisi saja, atau main gawai saja. Tapi bergeraklah. Lakukan senam pagi, bekerja menyapu lantai, membersihkan jendela, mencuci. Dengan bergerak kita bisa mendapatkan energi karena kita merasakan aliran darah mengalir dalam tubuh,” jelas Seto.
Sementara, E berarti Emosi cerdas. Seto mengatakan, di saat berada di rumah dan harus mengalami karantina, masing-masing dari kita boleh merasa emosi atau marah.
Hanya saja, ketika emosi, kita harus lebih cerdas dalam menyikapinya. Salah satu caranya adalah dengan tidak membanting pintu atau mengumpat-umpat.
Melainkan dengan cara mengungkapkannya dengan kata-kata bernada rendah dan tidak membuat stress. “Ungkapkan perasaan emosi itu namun dengan tidak merusak persahabatan dengan anak-anak di rumah,” kata Seto.
Lalu, M memiliki arti makan sehat. Dalam masa pandemi ini, penting bagi orang-orang untuk terus menjaga kekebalan tubuh dengan makan makanan yang bergizi seperti sayuran dan buah-buahan serta vitamin.
B memiliki makna Beribadah dan Berdoa di rumah. “Kita dekatkan diri kita kepada Allah SWT yang maha kuasa. Dengan kekuatan doa juga mempengaruhi kita untuk percaya diri, tenang, dan kreatif dalam menghadapi masalah,” terang dia.
Sementara I memiliki arti istirahat. Penting bagi orang-orang termasuk orang tua dan anak-anaknya untuk tetap menjaga waktu untuk beristirahat. Sebab pada saat beristirahat, tubuh akan mengalami pemulihan energi yang mungkin habis dalam menghadapi pandemi ini.
R dalam kata Gembira memiliki arti Rukun dan Ramah. Dalam masa pandemi dan karantina di rumah bersama keluarga, penting bagi keluarga tersebut untuk tetap rukun dan saling mengerti. Hal ini akan menjadi sebuah kesempatan bagi keluarga untuk bersinergi dan bergandengan tangan saling menyelamatkan satu sama lain.
Terakhir, A adalah Aktif Berkarya. Seto mengatakan masa pandemi bukanlah sebuah halangan untuk tidak berkarya. Berkarya, kata dia, bisa membuat diri kita lega dalam menghadapi masa karantina.
“Kita bisa berkarya apapun bentuknya. Karya sederhana bisa dihasilkan, seperti membuat puisi, novel atau cerpen, menggambar dan melkis, mengukir. Atau karya-karya masakan yang kemudian bisa diunggah kepada khalayak,” kata dia.
Menurutnya, dengan aktif berkarya, maka kita pun akan lebih kreatif lagi dalam menghasilkan karya. Kreativitas ini bisa dibangun, tak hanya oleh orang dewasa, melainkan oleh anak-anak pula.
Seto juga mengingatkan, dalam keluarga, penting untuk mendorong anggota keluarga lain untuk mengetahui etika batuk dan bersin serta menjaga kesehatan. Lalu, saling mengingatkan pentingnya menjaga jarak satu hingga dua meter dari orang lain jika terpaksa harus keluar rumah.
“Saat bersin, menutup dengan siku bagian dalam. Tentu juga diajarkan cuci tangan dengan sabun dan air yang mengalir. Kita harus tetap produktif di rumah baik bagi ayah dan bunda termasuk bekerja dan beribadah dari rumah,” kata dia.
Dengan cara edukatif dan kreatif itu, penularan virus Corona dapat ditekan, yang diawali sinergi dari keluarga. “Ayah, bunda dan anak-anak dengan potensinya, bersinergi menjadi satu untuk bisa memenangkan upaya melawan Corona ini. Mari bersama menang melawan Covid-19 dan Indonesia bisa,” ujar dia.