REPUBLIKA.CO. ID -- Oleh Faozan Amar, Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis UHAMKA
Wabah pandemi Covid-19 telah memberikan dampak pada semua sektor kehidupan manusia, termasuk memakan korban jiwa. Tak hanya pada kesehatan fisik dan mental, tetapi juga pada sektor ekonomi, pendidikan, politik, hukum, seni, budaya, olah raga, bahkan pada pelaksanan ibadah.
Dan itu tak hanya di Indonesia, tetapi juga dibelahan dunia lainnya. Dengan tanpa melihat suku, agama, ras, golongan, kelas sosial, strata ekonomi, strata pendidikan, jabatan struktural, rakyat atau pejabat, dan lainnya, siapapun bisa merana terkena virus korona.
Karena itu, berbagai upaya dan ikhtiar terus dilakukan oleh semua pemimpin di dunia, untuk mencegah wabah Covid-19 agar tidak semakin memakan banyak korban. Melalui serangkaian kebijakan, regulasi, anggaraan, dan berbagai macam stimulus, terus dilakukan untuk menangkal virus korona.
Dalam konteks negara kita, semua itu dimaksudkan sebagai bagian dari melindungi segenap rakyat dan seluruh tanah tumpah darah Indonesia, sebagaimana diamanatkan konstitusi UUD 1945.
Di antara program yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan adalah dengan Memberikan Kemudahan Pembelajaran di Masa Darurat Covid-19 kepada mahasiswa di Perguruan Tinggi. Hal ini sebagaimana tertuang dalam Surat Edaran dari Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 36962/MPK.A/HK/2020 tertanggal 17 Maret 2020 tentang Pembelajaran secara Daring dan Bekerja dari Rumah dalam rangka Pencegahan Penyebaran Corona Virus Disease (COVID-19).
Aturan ini kemudian diperkuat oleh surat tertanggal 31 Maret 2020 yang ditujukan kepada ; 1). Seluruh Pimpinan Perguruan Tinggi Negeri/Swasta (PTN/PTS), dan 2). Seluruh Kepala Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi Wilayah I sampai dengan XIV. Adapun isi suratnya; pertama masa belajar paling lama bagi mahasiswa yang seharusnya berakhir pada semester genap 2019/2020, dapat diperpanjang 1 semester, dan pengaturannya diserahkan kepada Pimpinan Perguruan Tinggi sesuai dengan kondisi dan situasi setempat.
Kedua, praktikum laboratorium dan praktek lapangan dapat dijadwal ulang sesuai dengan status dan kondisi di daerah. Ketiga, penelitian tugas akhir selama masa darurat ini agar diatur baik metode maupun jadwalnya, disesuaikan dengan status dan kondisi setempat.
Keempat, periode penyelenggaraan kegiatan pembelajaran semester genap 2019/2020 pada seluruh jenjang program pendidikan agar dapat disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing perguruan tinggi sehingga seluruh kegiatan akademik dapat terlaksana dengan baik.
Kelima, persiapan pelaksanaan langkah-langkah sebagaimana disampaikan dalam angka 1 sampai 4 di atas agar terlebih dahulu dikoordinasikan dengan Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi setempat.
Surat yang ditandatangani oleh Nizam, selaktu Plt Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, juga menghimbau agar Perguruan Tinggi dapat memantau dan membantu kelancaran mahasiswa dalam melakukan pembelajaran dari rumah. Penghematan biaya operasional penyelenggaraan pendidikan yang diperoleh selama dilakukan pembelajaran dari rumah (study from home), dapat digunakan untuk membantu mahasiswa, seperti subsidi pulsa koneksi pembelajaran daring, bantuan logistik dan kesehatan bagi yang membutuhkan.
Dengan demikian, surat tersebut adalah menjadi salah satu bukti kalau Pemerintah, dalam hal ini Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, hadir dalam memberikan perlindungan kepada civitas akademika Perguruan Tinggi. Sehingga akan meminimalisir dampak negatif wabah Covid-19 bagi dunia pendidikan tinggi. Hal itu sesuai dengan prinsip Merdeka
Belajar dan Kampus Merdeka, yang memberikan keleluasan bagi Perguruan Tinggi dalam penyelenggaran Pendidikan dan proses belajar mengajar. Namun, tentu saja semua itu dengan tetap menjaga kualitas pendidikan pada jenjang Perguruan Tinggi.
Karena itu, wabah covid-19 ini adalah menjadi ujian dan pembuktian dari kebijakan Merdeka Belajar dan Kampus Merdeka yang telah dicanangkan Mas Menteri. Apakah memang kebijakan Kampus Merdeka tersebut tepat dan berdampak positif bagi kemajuan dunia Pendidikan Tinggi atau malah sebaliknya.
Maka agar kebijakan berjalan efektif, disamping adanya regulasi yang mengatur dan menjadi payung hukumnya, harus diimbangi pula dengan monitoring dan evaluasi yang terencana, terukur, sistematik dan memadai dengan standar, operasional dan prosedur yang jelas.
Di samping itu, perlu ada stimulus penangkal virus korona, khususnya bagi Perguruan Tinggi swasta yang terdampak langsung. Sehingga, mereka tetap bisa eksis memberikan layanan kepada mahasiswa secara maksimal.
Stimulus tersebut dapat berupa bantuan peralatan sarana dan prasarana pendidikan yang memadai sesuai dengan kebutuhan kampus, insentif khusus bagi tenaga kependidikan yang belum mendapatkan sertifikasi dosen, kemudahan pengurusan kepangkatan akademik / jabatan struktural bagi dosen, pencairan diawal selama tiga bulan tunjangan sertifikasi dosen, dan sebagainya.
Sehingga stimulus dan kebijakan Kampus Merdeka pada saat terjadinya wabah Covid-19, dapat dirasakan tidak hanya oleh mahasiswa tetapi juga oleh dosen dan tenaga kependidikan di Perguruan Tinggi.
Tanpa itu semua, maka akan terjadi diskriminasi dan ketidakadilan. Dan jika dibiarkan, akan menimbulkan kecemburuan sosial dan ekonomi, yang bermuara pada terjadinya kesenjangan dan ketimpangan dalam pemerataan kualitas Perguruan Tinggi.
Inilah ujian dan tantangan yang harus dibuktikan Mas Menteri melalui kebijakan Kampus Merdeka pada saat terjadinya pandemi wabah Covid-19.
Semoga virus Corona segera berlalu. Wallahu’alam.