Selasa 07 Apr 2020 18:38 WIB

OJK: Restrukturisasi Kredit Bank BUMN Capai Rp 28,7 Triliun

Saat ini sudah ada sekitar 168.479 debitur yang mengajukan restrukturisasi kredit

Rep: Novita Intan/ Red: Nidia Zuraya
Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso
Foto: ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay
Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat empat bank BUMN telah melakukan restrukturisasi kredit dengan total nilai Rp 28,7 triliun. Adapun empat bank BUMN diantaranya BRI, BNI, BTN dan Bank Mandiri.

Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso mengatakan saat ini sudah ada sekitar 168.479 debitur yang mengajukan restrukturisasi kredit. “Kami tegaskan debitur yang memiliki kemampuan membayar cicilan tidak ikut menunda pembayaran cicilan kredit,” ujarnya saat video conference di Jakarta, Selasa (7/4).

Baca Juga

Data OJK, sebanyak 56 bank umum konvesional, 13 bank umum syariah, tujuh Bank Pembangunan Daerah (BPD), 64 Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dan 110 perusahaan pembiayaan yang menyediakan restrukturisasi kredit.

Keempat bank BUMN antara lain BRI sebesar Rp 14,9 triliun dengan 134.258 debitur, BNI sebesar Rp 6,9 triliun dengan 6.238 debitur, BTN sebesar Rp 2,8 triliun dengan 17.481 debitur dan Bank Mandiri sebesar Rp 4,1 triliun dengan 10.502 debitur.

“Ada yang melakukan (restrukturisasi kredit) tetapi kami belum tahu untuk bank-bank kecil,” ucapnya.

Menurutnya nilai kredit debitur yang diprioritaskan untuk direstrukturisasi mencapai Rp 10 miliar. Bahkan ada ada yang di atas Rp 10 miliar.

"Itu harus restrukturisasi, karena untuk membayar pasti berat. Masih ada ruang yang mempunyai tanggungan atau kuat. Ini kita harapkan bisa beri ruang untuk bernafas, terkait permodalannya," ucapnya.

Wimboh mengakui restrukturisasi kredit memengaruhi likuiditas perbankan dan lembaga keuangan. Nantinya otoritas turut melakukan monitor per individu bank dan lembaga pembiayaan.

“Seluruh lembaga keuangan kami minta melaporkan kepada OJK bagaimana kondisi likuiditasnya. Apabila ada yang likuiditasnya sangat tipis dan ada yang perlu didiskusikan dengan OJK, ya ditentunya akan dibicarakan,” ucapnya.

Menurutnya jika diperlukan, perbankan bisa menggunakan fasilitas interbank call money. Sedangkan lembaga keuangan nonbank bisa meminjam kepada perbankan.

"Kalau perbankan perlu pinjam melalui lender of the last resort Bank Indonesia, setelah tidak dapat interbank call money, maka BI akan berikan pinjaman likuiditas. Namun, ini kami harapkan tidak terjadi," jelasnya.

Sementara Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo menambahkan pihaknya telah mengucurkan likuiditas sekitar Rp 300 triliun selama periode wabah virus corona. Bank sentral terus melakukan injeksi likuiditas baik dalam bentuk rupiah dan valas.

"Kami laporkan tahun ini sudah injeksi Rp 300 triliun dalam bentuk SBN dari pasar sekunder sekaligus memberikan injeksi likuditas di pasar uang dan perbankan sebesar Rp 163 triliun," ucapnya.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement