REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepolisian Republik Indonesia mengungkap 18 kasus penyalahgunaan cairan pencuci tangan (hand sanitizer) dan alat pelindung diri (APD) terjadi selama pandemi virus corona SARS-CoV2 (Covid-19). Modus operandinya dengan memainkan harga, menimbun, menghalangi, dan menghambat jalur distribusinya
Menurut Kabagpenum Divisi Humas Polri Kombes Asep Adi Saputra, untuk mengantisipasi keterbatasan alat pelindung diri (APD), hand sanitizer dan alat kesehatan lainnya, Kapolri mengeluarkan surat telegram nomor 1.101/IV/2020 dalam rangka memberikan pedoman perkara pelaksanaan tugas pencegahan penyebaran Covid-19. Kemudian, dia melanjutkan, surat ini ditindaklanjuti pihak kepolisian seluruh Indonesia.
"Hasil penyelidikan telah mengungkap 18 kasus. Modus operandinya adalah memainkan harga hand sanitizer dan APD, menimbun, menghalangi dan menghambat jalur distribusi, serta memproduksi dan mengedarkan tidak sesuai standar dan tanpa izin edar," ujarnya saat video conference di akun youtube saluran Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Kamis (9/4).
Dari 18 kasus, dia mengatakan, ada 33 tersangka dan dua di antaranya telah ditahan. Ia menambahkan, tersangka kemudian dijerat dengan dua undang-undang (UU), yaitu pertama UU nomor 7 tahun 2014 tentang perdagangan, pelanggaran pasal 29 dan pasal 107 ancaman hukuman lima tahun penjara dan denda Rp 50 miliar. Kemudian, UU nomor 36 mengenai kesehatan, pelanggaran pasal 98 dan pasal 196 juga berlaku untuk tersangka dan ancaman hukumannya 15 tahun penjara serta denda Rp 1,5 miliar.
Dia mengingatkan, seluruh pelaku usaha yang memproduksi dan mendistribusikan APD harus memenuhi ketentuan UU. "Apabila tidak mematuhinya, ada perangkat hukum yang berlaku," katanya.