REPUBLIKA.CO.ID, UNGARAN—Peristiwa penolakan jenazah perawat penderita Covid-19, di lingkungan Sewakul, Kelurahan Bandarjo, Kecamatan Ungaran Barat, Kabupaten Semarang diharapkan menjadi yang pertama sekaligus yang terakhir di Kabupaten Semarang.
Karena itu, Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Kabupaten Semarang bakal mendorong kembali sosialisasi kepada masyarakat terkait dengan stigma maupun pemahaman yang keliru terhadap jenazah penderita Covid-19.
Menurut Wakil Ketua II Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Kabupaten Semarang, Ngesti Nugraha, seluruh pemangku kepentinan yang ada dalam gugus tugas sudah mendiskusikan persoalan ini.
Secepatnya, Gugus Tugas –melalui bantuan Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Semarang—akan membuat surat edaran kepada seluruh masyarakat yang ada wilayah Kabupaten Semarang, terutama kepada para pemangku kepentingan hingga lingkungan terkecil di masyarakat terkait dengan pemulasaraan serta pemakaman jenazaah penderita Covid-19.
Nantinya, akan disosialisasikan oleh Dinkes bahwa protokol keamanan pemulasaraan serta pemakaman jenazah Covid 19 telah melindungi petugas maupun masyarakat. “Artinya masyarakat tidak perlu lagi mengkhawatirkan penularan Covid-19 lewat jenazah penderita,” tegasnya, di Ungaran, Jumat (10/4).
Ia mengakui, sosialisasi kepada masyarakat di Kabupaten Semarang masih harus didorong lagi agar ke depan tidak ada lagi persoalan- persoalan seperti yang sempat terjadi di lingkungan Sewakul.
Hal ini penting mengingat Pemkab Semarang juga menyiapkan ruang karantina sementara bagi para pemudik dan salah satunya berada di gedung Bapelkes Provinsi Jawa Tengah, yang kebetulan berada di lingkungan Sewakul.
“Gugus tugas juga tidak ingin, ke depan masih ada resistensi dari masyarakat yang pada akhirnya juga bisa menhambat upaya maupun langkah- langkah pencegahan penyebaran pandemi Covid-19, khususnya di wilayah Kabupaten Semarang,” tegasnya.
Sementara itu, Wakil Ketua V Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Kabupaten Semarang, Gunawan Wibisono, menambahkan, upaya pencegahan penyebaran wabah Covid-19 tentunya telah dilaksanakan dengan dengan protokol- protokol kesehatan yang berorientasi pada pengaman diri, pengaman komunitas maupun pengaman masyarakat.
“Dengan penanganan yang baik serta sesuai dengan prosedur pemulasaraan jenazah yang semestinya, tidak ada masalah dan tentunya tidak perlu ada resistensi dan bahkan juga ketakutan dari masyarakat bakal menularkan,” jelasnya.
Ia juga menyampaikan, apabila ada kejadian- kejadian --mungkin kasus meninggal dunia akibat Covid-19-- masyarakat juga bisa menangani dengan baik sesuai dengan protokol kesehatan dan keamanan yang ada serta tentunya juga bisa menerima.
Karena tempat pemakaman khusus yang sudah disiapkan oleh Pemkab Semarang, memang makam umum untuk warga kota Ungaran. Tapi ia berharap kalau ligkungan bisa menerima tentunya tidak harus dimakamkan di tempat pemakaman khusus tersebut. “Sehingga yang kita sediakan itu jalan terakhir saja,” tambahnya.
Sebelumnya, masyarakat di beberapa daerah menolak penguburan jenazah korban virus corona atau Covid-19 dengan pertimbangan beraneka ragam. Majelis Ulama Indonesia (MUI) memandang penolakan penguburan seperti itu tidak sepatutnya dilakukan karena tidak ada alasan yang kuat.
Wakil Sekretaris Jenderal MUI Bidang Fatwa KH Sholahuddin Al-Aiyub mengatakan, tidak ada alasan untuk menolak penguburan jenazah korban Covid-19 karena dua hal. Pertama, dalam ajaran Islam, penguburan jenazah hukumnya adalah fardhu kifayah. Artinya, umat Islam yang ada di daerah tersebut yang paling berkewajiban melaksanakan hak-hak jenazah. Kedua, dalam ajaran Islam, penguburan jenazah tidak boleh ditunda-tunda.
"Jadi, kalau kita melihat hadist, diterangkan bahwa jika ada di antara kalian yang meninggal, jangan kalian menahan-nahan, dan segerakanlah dia itu dikuburkan di tempat pemakamannya," kata KH Sholahuddin melalui pesan tertulis kepada Republika, Rabu (8/4).
Ia menjelaskan, selain alasan keagamaan, dari sisi protokol medis pun penanganan jenazah korban Covid-19 sudah memperhatikan keselamatan dari tempat pemakaman. Jenazah sudah dikafani dan dilapisi kantong jenazah berbahan plastik yang tidak tembus. Jenazah tersebut kemudian dimasukkan ke dalam peti yang sudah sesuai prosedur medis ketat.
"Artinya, pada saat jenazah dikebumikan, tetesan itu bisa diantisipasi tidak terjadi. Protokolnya bukan hanya menjaga orang yang menguburkan, tetapi juga keselamatan orang yang ada di daerah sekitar," ujarnya.
KH Sholahuddin menilai adanya penolakan-penolakan terhadap jenazah korban Covid-19 di masyarakat disebabkan salah paham masyarakat sendiri. Dia meminta kepada pemerintah untuk memberikan informasi lebih detail terkait aspek kesehatan dalam penguburan jenazah Covid-19. MUI juga mendorong media untuk terus menyuarakan kepada khalayak bahwa prosedur penanganan jenazah ini sudah aman.
"MUI mengimbau kepada aparat untuk melakukan langkah persuasif terlebih dahulu. Saya menebak itu belum pahamnya masyarakat. Saya mohon betul kepada teman-teman wartawan, terus disampaikan, sehingga bisa sampai kepada masyarakat kita dan masyarakat kita bisa memahami," ujarnya.