Sabtu 11 Apr 2020 06:00 WIB

Yaman Konfirmasi Kasus Pertama Covid-19

Yaman adalah tempat yang berbahaya bagi penyebaran virus corona penyebab Covid-19.

Seorang relawan (kiri) menyemprotkan disinfektan ke tangan anak-anak pada kegiatan pensterilan daerah kumuh dari penyebaran virus Corona (COVID-19) di Sanaa, Yaman, Senin (30/3). Relawan Yaman berinisiatif untuk mensterilkan daerah kumuh di Sanaa dan membantu orang kurang mampu untuk melindungi diri mereka sendiri dan meningkatkan kesadaran mereka tentang SARS-CoV-2 virus Corona yang menyebabkan penyakit COVID-19
Foto: YAHYA ARHAB/EPA-EFE
Seorang relawan (kiri) menyemprotkan disinfektan ke tangan anak-anak pada kegiatan pensterilan daerah kumuh dari penyebaran virus Corona (COVID-19) di Sanaa, Yaman, Senin (30/3). Relawan Yaman berinisiatif untuk mensterilkan daerah kumuh di Sanaa dan membantu orang kurang mampu untuk melindungi diri mereka sendiri dan meningkatkan kesadaran mereka tentang SARS-CoV-2 virus Corona yang menyebabkan penyakit COVID-19

REPUBLIKA.CO.ID, KAIRO -- Pemerintah Yaman mengumumkan pada hari Jumat (10/4) kasus pertama virus corona baru atau Covid-19 di negara yang dilanda perang. Hal ini memicu kekhawatiran bahwa wabah dapat menghancurkan sistem perawatan kesehatan yang sudah lumpuh.

"Kasus (Covid-19) pertama ini merupakan warga negara Yaman berusia 73 tahun yang bekerja di pelabuhan al-Shahr di provinsi Hadramaut," kata Menteri Kesehatan Yaman Nasser Baoum kepada The Associated Press. Pria itu dalam kondisi stabil, tambah menteri, tanpa memberikan rincian lebih lanjut.

Baca Juga

Yaman adalah tempat yang berbahaya bagi penyebaran virus corona. Pemboman berulang-ulang dan pertempuran darat selama lima tahun terakhir telah menghancurkan atau menutup lebih dari setengah fasilitas kesehatan di negara tersebut.

Kemiskinan yang dalam, kekurangan air yang mengerikan dan kurangnya sanitasi yang memadai telah membuat negara ini menjadi tempat berkembang biaknya penyakit.

Koalisi yang dipimpin Saudi yang memerangi pemberontak Houthi yang didukung Iran menyatakan gencatan senjata pada hari Kamis (9/4) dengan alasan kemanusiaan dan untuk mencegah penyebaran pandemi Covid-19. Namun, pertempuran berlanjut tanpa henti pada hari Jumat(10/4), mengurangi harapan gencatan senjata yang dapat membuka pintu bagi pembicaraan damai.

Perang Yaman meletus pada 2014, ketika pemberontak merebut ibukota, Sanaa, dan sebagian besar kota-kota di utara Yaman. Koalisi pimpinan Saudi yang didukung AS campur tangan untuk menggulingkan pemberontak dan memulihkan pemerintah yang diakui secara internasional. Konflik di Yaman telah menewaskan lebih dari 100 ribu orang dan sebagian besar terselesaikan dalam kebuntuan berdarah.

AS menggambarkan Yaman sebagai bencana kemanusiaan terburuk di dunia. Wabah kolera adalah yang terburuk dalam sejarah modern. Lebih dari 24 juta orang di negara ini membutuhkan bantuan kemanusiaan, banyak dari mereka berada di ambang kelaparan.

Warga Hadramaut baru-baru ini dilanda wabah demam berdarah, dengan ratusan kasus memenuhi rumah sakit umum al-Shahr, di mana kasus covid-19 terdeteksi.

Dalam sistem kesehatan Yaman yang kurang lengkap dan hampir tidak berfungsi, sulit untuk membedakan antara penyakit DBD dan Covid-19. Seorang pemuda dengan demam berdarah meninggal setelah sebuah rumah sakit di Mukalla, ibukota provinsi Hadramaut, menolak untuk menerimanya karena takut ia membawa virus corona, kata dua bantuan lokal dan pejabat pemerintah, yang berbicara dengan syarat anonim karena mereka tidak berwenang untuk berbicara dengan wartawan.

Beberapa gejala demam berdarah mirip dengan Covid-19, termasuk nyeri otot dan demam.

Untuk mencoba menghentikan penyebaran virus, Gubernur provinsi Farag al-Bouhsni mengumumkan di halaman Facebook-nya jam malam sebagian dan menempatkan semua pekerja di pelabuhan al-Shahr di bawah karantina 14 hari. Warga mengkritik gubernur karena tidak menutup semua pelabuhan di Hadramawt, yang merupakan jalur kehidupan utama untuk pengiriman bantuan dan komersial untuk Yaman selatan.

Gubernur al-Mahra yang berdekatan, yang juga berbatasan dengan Oman, menutup titik masuknya hanya beberapa jam setelah pengumuman dari Hadramaut. Kementerian Wakaf Agama Yaman mengatakan masjid akan ditutup untuk sholat berjamaah dan juga sesi pengajaran Alquran.

Para ahli telah mengkhawatirkan akan munculnya virus corona di negara tersebut. "Kedatangan virus corona di Yaman akan menjadi bencana karena berbagai alasan," kata Altaf Musani, perwakilan dari Organisasi Kesehatan Dunia di Yaman.

Bahkan sebelum perang, Yaman adalah negara paling miskin di dunia Arab, mayoritas populasinya yang tinggal di daerah pedesaan, terputus dari pusat kota dan fasilitas kesehatan. Dengan negara yang mengandalkan impor untuk 90 persen kebutuhan dasarnya, blokade koalisi yang dipimpin Saudi memicu kenaikan harga.

Pertikaian politik menyebabkan penangguhan gaji untuk pegawai pemerintah, termasuk staf medis, sementara korupsi membuat jutaan orang kehilangan akses ke bantuan kemanusiaan.

Yaman tidak dapat memberi makan anak-anak mereka. Peningkatan angka gizi buruk menurunkan kekebalan terhadap penyakit menular, terutama di daerah yang dilanda perang seperti Taiz dan gubernur Laut Merah Hodeida.

Sejak 2016, beberapa wabah kolera membunuh ribuan dan menginfeksi lebih dari 1,5 juta. Namun, ketidakmampuan untuk melakukan pengujian yang tepat membuat para ahli kesehatan ragu dengan angka yang sebenarnya.

Menurut data WHO, 15 persen dari distrik Yaman tidak memiliki dokter, dengan rata-rata 10 petugas kesehatan dan kurang dari 5 tempat tidur rumah sakit untuk setiap 10 ribu orang. Menurut Save the Children, ada 700 tempat tidur ICU dan 500 ventilator untuk seluruh populasi di Yaman.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement