REPUBLIKA.CO.ID, ISLAMABAD -- Para ulama di Pakistan menyepakati pelaksanaan sholat lima waktu berjamaah dan juga sholat Jumat kembali diadakan di masjid. Hal itu disepakati oleh para ulama dari berbagai wilayah Pakistan dalam sebuah pertemuan, Selasa (14/4). Namun demikian, dalam pengumumannya mereka mengatakan tindakan pencegahan yang dianjurkan oleh pemerintah akan tetap dilaksanakan.
Pertemuan yang digelar di Klub Pers Karachi itu dihadiri oleh perwakilan dari Jamiat Ulama-e-Islam, Jamiat-e-Ulema Pakistan, Jamaat-e-Islami, dan Tanzeem-e-Islami, serta partai keagamaan lainnya. Dalam konferensi pers selepas pertemuan, Mufti Taqi Usmani, seorang cendekiawan agama terkenal dan mantan hakim di Pengadilan Syariat Federal, mengatakan, ibadah diputuskan akan diadakan di masjid sembari mematuhi langkah-langkah pencegahan.
Ia lantas memerinci langkah-langkah pencegahan itu, di antaranya akan ada jarak yang tepat antara baris (shaf) dan individu selama sholat berjamaah. Selain itu, ia mengimbau jamaah segera kembali pulang ke rumah masing-masing begitu sholat selesai dilakukan. Namun demikian, ia mengimbau agar orang lansia (lanjut usia) beribadah di rumah mereka.
"Dalam kondisi saat ini, sholat lima waktu bersamaan dengan tindakan pencegahan sangat penting," kata Usmani, dilansir di Daily Times, Rabu (15/4).
Pernyataan dari para pemimpin agama ini datang di tengah keputusan Pemerintah Pakistan pada Selasa yang akan melanjutkan kebijakan lockdown karena wabah virus corona selama dua pekan lagi. Sementara itu, mereka mengurangi pembatasan untuk beberapa industri yang berisiko rendah.
Ketua Komite Ruet-e-Hilal, Mufti Muneebur Rehman, mengatakan, penerapan kebijakan lockdown itu tidak berlaku untuk masjid. Ia menambahkan, akan dibuat pengaturan untuk sholat Jumat dan Tarawih berjamaah selama Ramadhan.
Para ulama ini menyebut sholat berjamaah sebagai keharusan. Dalam pernyataannya, mereka mengatakan, penting untuk melanjutkan praktik sholat berjamaah sembari melaksanakan langkah-langkah pencegahan. Pertemuan itu menyerukan dimulainya kembali sholat berjamaah, termasuk sholat lima waktu dan sholat Jumat di masjid. Mereka menyebut, pembatasan oleh pemerintah untuk melaksanakan sholat di masjid terbatas hanya tiga sampai lima orang tidak praktis.
Kendati demikian, mereka mengimbau orang lanjut usia dan orang-orang yang terinfeksi virus corona atau mereka yang merawat pasien virus corona agar tidak datang ke masjid. Sebagai langkah pencegahan, dalam pernyataan itu juga dikatakan karpet akan dibersihkan dan lantai dicuci dengan cairan disinfektan setelah sholat. Selain itu, cairan pembersih tangan atau hand sanitizer akan dipasang di gerbang masjid.
Lebih lanjut, pernyataan itu menganjurkan agar orang-orang melakukan wudhu di rumah masing-masing, memakai masker, dan segera pulang ke rumah setelah shalat. Selain itu, mereka manyarankan agar bagian bahasa Urdu dari khutbah Jumat dihilangkan dan diganti dengan informasi tentang tindakan pencegahan infeksi Covid-19 dengan durasi waktu lima menit.
Menanggapi pengumuman dari para ulama itu, Menteri Federal untuk Urusan Agama Noor ul Haq Qadri mengatakan, keputusan mengizinkan sholat berjamaah, Tarawih, dan iktikaf di seluruh negeri akan dilakukan pada 18 April 2020 setelah berkonsultasi dengan para ulama. Ia menambahkan, pemerintah akan mengambil langkah-langkah yang diperlukan agar bulan Ramadhan bebas dari virus corona.
"Keputusan unilateral dan lokal harus dihindari untuk mempromosikan persatuan di seluruh negeri," kata Qadri.
Ia mengatakan, pemerintah akan mendengar masukan ulama dari semua aliran pemikiran, dan kepemimpinan politik menjadi kepercayaan atas keputusannya. Menurut dia, pertemuan para ulama itu akan dipimpin oleh Presiden Arif Alvi dan dihadiri oleh gubernur provinsi maupun presiden Azad Kashmir.
"Pemerintah melalui langkah-langkahnya memprioritaskan untuk menyelamatkan nyawa rakyat," katanya menambahkan.