REPUBLIKA.CO.ID, oleh Deddy Darmawan Nasution, Antara
Harga livebird atau ayam hidup siap potong milik para peternak mandiri masih anjlok dan menimbulkan kerugian sejak tahun lalu. Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo mengatakan, pihaknya telah menyiapkan sejumlah langkah untuk mengerek harga livebird demi menyelamatkan nasib peternak.
"Kami sudah menerima laporan soal harga livebird turun yang dialami peternak, ini harus segera ditangani," kata Syahrul dalam rapat kerja virtual bersama Komisi IV DPR, Kamis (16/4).
Syahrul mengatakan, pihaknya telah berkoordinasi dengan perusahaan perunggasan terintegrasi atau integrator. Mereka para integrator, kata Syahrul, akan membali ayam hidup milik peternak mandiri di luar peternak ayam yang sudah menjadi mitra integrator.
Sebagai tindak lanjut, Syahrul menuturkan, Kementan akan memfasilitasi penyewaan cold storage atau gudang pendingin yang diperlukan para integrator untuk menyimpan pasokan ayam yang sudah dibeli. Penyimpanan dilakukan dalam bentuk ayam karkas dan siap dipasarkan ke masyarakat dengan kerja sama perusahaan transportasi daring.
"Perusahaan integrator juga sudah sepakat untuk terus mendorong hasil pembelian ayam peternak untuk diolah menjadi produk turunan. Seperti chicken nugget atau produk lainnya yang menarik," ujarnya.
Langkah terakhir, Syahrul menuturkan akan memberi penghargaan dan hukuman bagi perusahaan integrator yang sudah berjasa menyelamatkan bisnis peternakan mandiri dari ancaman gulung tikar saat ini. Ia pun menegaskan, langkah-langkah itu merupakan jangka pendek.
Untuk upaya jangka panjang, Syahrul menyebut, Kementan tengah menyiapkan grand strategy pembinaan ekonomi peternak ayam mandiri. Tujuannya agar prospek bisnis peternakan mandiri dapat lebih baik dan tak selalu terganggu akibat kejatuhan harga.
Harga ayam hidup dari peternak beberapa pekan terakhir sempat menyentuh Rp 5.000 per kilogram (kg). Padahal, harga acuan daging dan telur ayam ras untuk mengimbangi penyesuian tingkat harga di pasar.
Acuan harga pembelian daging ayam ras di tingkat petani dinaikkan dari Rp 18 ribu-Rp 19 ribu per kilogram (kg) menjadi Rp 19 ribu-Rp 20 ribu per kg. Sementara, harga acuan di tingkat konsumen naik dari Rp 34 ribu per kg menjadi Rp 35 ribu per kg. Kenaikan itu diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 7 Tahun 2020.
Turunnya harga ayam hidup di tingkat peternak, sudah terjadi sejak awal tahun lalu. Menurut para peternak, anjloknya harga akibat terjadi over supply ayam di pasar. Selain itu, wabah Covid-19 secara langsung berdampak pada penurunan drastis permintaan masyarakat terhadap daging ayam.
Komisi IV DPR RI mengkritisi soal anjloknya harga ayam hidup yang dialami para peternak mandiri. Ketua Komisi IV DPR RI Sudin memaparkan beberapa waktu lalu telah melakukan rapat audiensi dengan Perhimpunan Insan Perunggasan Rakyat Indonesia (Pinsar).
Dalam rapat tersebut ia mendapatkan laporan bahwa adanya permasalahan tata niaga perunggasan dan industri unggas yang selama beberapa bulan terakhir mengalami kerugian. Harga ayam hidup dilaporkan jauh dari biaya produksi satu kilogram ayam di kisaran Rp 18 ribu-19 ribu per kg.
"Ini harus bersama-sama mencarikan solusi untuk mengatasi permasalahan tersebut. Perhimpunan Insan Perunggasan Indonesia mengusulkan mereka meminta memberhentikan Dirjen PKH (Peternakan dan Kesehatan Hewan) karena dianggap tidak mampu bekerja dengan baik. Tidak ada koordinasi yang baik antara dirjen, direktur yang dianggap staf ahli," kata Sudin dalam rapat di Jakarta, Kamis.
Gabungan Perusahaan Pembibitan Unggas (GPPU) menuturkan, turunnya permintaan dan over suplai dinilai menjadi penyebab utama anjloknya harga ayam hidup. Ketua Umum GPPU, Achmad Dawami, menuturkan, social distancing dan physical distancing yang diterapkan pemerintah secara tidak langsung berdampak pada permintaan ayam. Terutama, dari industri hotel, restoran, dan katering di berbagai daerah yang memilih tutup sementara.
Situasi itu membuat para produsen ayam, baik peternak mandiri maupun peternak mitra perusahaan pembibitan ayam mencari pasar baru. Yakni konsumen rumahan.
"Tapi, kan semua tidak siap, kaget. Akhirnya semua saling adu kekuatan menjual langsung ke konsumen, di situlah penyebabnya. Peternak mitra perusahaan jumlahnya puluhan ribu, mereka juga harus mencari penghidupan," kata Dawami.
Saat ini, lanjut Dawami, berdasarkan arahan Kementerian Pertanian, perusahaan pembibitan diminta untuk tidak memasarkan ayam hidup kepada para pedagang ayam besar.
Dengan kata lain, pasar diberikan kepada mereka para peternak mandiri. Hal itu berlaku hingga 12 April 2020. Namun, lanjut Dawami, produksi tetap dilakukan oleh para peternak mitra perusahaan.
Pasca itu, kegiatan akan kembali normal. Sebab perusahaan pembibitan maupun para peternak mitranya tak bisa menunda penjualan dalam waktu lama karena akan berkaitan dengan usia ternak dan kebutuhan pakan yang saat ini terbatas akibat ada social distancing.
Ia pun mengakui bahwa saat ini masih terjadi over suplai ayam dalam negeri. Itu terlihat dari situasi harga yang masih cukup rendah. Karena itu, beberapa perusahaan saat ini ada yang melakukan pemusnahan bibit ayam atau cutting untuk menyeimbangkan neraca.
Hanya saja, langkah itu dilakukan secara masing-masing sehingga tidak terdata oleh Kementerian Pertanian. Berbeda dengan bulan-bulan sebelumnya, langkah pemusnahan dikoordinir oleh Kementan sehingga setiap perusahaan yang melakukan pemusnahan bibit ayam tercatat.
"Kalau mau dilakukan cutting lagi dan terdata semua itu harus pemerintah yang memutuskan. Yang jelas sekarang perusahaan-perusahaan sudah cutting sendiri karena ayam pun kurang laku akibat berlebih," ujarnya.