REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sepanjang Januari-April 2020 industri pariwisata kehilangan potensi pendapatan dari kunjungan wisatawan mancanegara (wisman) sekitar 4 miliar dolar AS atau setara dengan Rp 60 triliun. Ketua Umum Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI), Hariyadi Sukamdani, dalam seminar virtual bertajuk Strategi Pengelola Industri Perhotelan Menghadapi COVID dan Krisis di Jakarta, Kamis (164/), mengatakan, angka tersebut dihitung berdasarkan pertimbangan okupansi dan lainnya berdasarkan perbandingan dengan capaian sepanjang tahun 2019 sebesar 17,6 miliar dolar AS.
Sementara itu potensi kehilangan sektor perhotelan dan restoran (di hotel) untuk pasar domestik sekitar Rp 30 triliun. Hariyadi menuturkan berdasarkan laporan yang dihimpun PHRI, per 13 April 2020 sedikitnya sudah ada 1.642 hotel dan 353 restoran atau tempat hiburan yang kini berhenti beroperasi.
Ia juga mengungkapkan tingkat keterisian kamar hotel klasifikasi bintang rata-rata hanya 49,2 persen saja. Ada pun saat ini tingkat hunian di hotel mendekati nihil.
Demikian pula yang dialami oleh bisnis restoran. Sejumlah daerah yang paling terdampak yakni Manado, Bali dan Batam, yang juga mengalami penurunan wisman paling parah. Hal itu sejalan dengan data Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) yang mencatat sejak minggu kedua April sebanyak 180 destinasi dan 232 desa wisata ditutup.
"Yang terberat memang pekerja di sektor pariwisata yang terdampak paling awal. Mereka kondisinya unpaid leave (cuti di luar tanggungan perusahaan)," katanya.
Hariyadi mengakui karyawan yang mengalami Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) masih relatif sedikit. Pasalnya, perusahaan tidak mungkin bisa menyiapkan pesangon di tengah kondisi pandemi saat ini. Alhasil, kondisi tersebut membuat nasib para pekerja terancam kehilangan pendapatan akibat mewabahnya COVID-19.
"Jumlah (karyawan) yang terancam itu siginifikan. Sektor hotel saja pada 2018 total pekerjanya ada 408 ribu orang. Mungkin 2020 naik angkanya 10 persen jadi sekitar 550 ribu orang untuk hotel saja. Restoran jumlahnya lebih besar, mungkin karyawan saja bisa 1 juta orang, jadi 1,5 juta orang (karyawan terdampak) dari hotel dan restoran," kata Haryadi.