Ahad 03 May 2020 01:37 WIB

Puisi Esai Resmi Tercantum di KBBI

Puisi esai memperkaya ragam puisi yang sudah ada saat ini.

Seniman, Sujiwo Tejo membawakan puisi yang dikemas dalam pewayangan saat peluncuran lima buku Antology puisi esai karya 23 penyair di TIM, Jakarta, Rabu (19/3).
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Seniman, Sujiwo Tejo membawakan puisi yang dikemas dalam pewayangan saat peluncuran lima buku Antology puisi esai karya 23 penyair di TIM, Jakarta, Rabu (19/3).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI daring) memasukkan puisi esai sebagai kata baru di bulan Mei 2020. Puisi esai hadir beda dari puisi sebelumnya.

Menanggapi masuknya puisi dalam KBBI, Denny JA mengatakan puisi esai tak hanya sebuah jenis puisi. Tapi ia juga sebuah gerakan sastra yang terus meluas. "Wajar jika akhirnya Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI daring) memasukkan puisi esai sebagai kata baru,” kata Denny dalam siaran persnya.

Dalam KBBI puisi esai diterjemahkan sebagai “Ragam sastra berisi pesan sosial dan moral melalui kata sederhana dengan pola berbait-bait, berupa fakta, fiksi dan catatan kaki.”

Semakin kompleks peradaban, kata Denny, semakin banyak cara bertutur yang bisa dipilih. Sehingga sewajarnya ragam sastra bertambah. Menurutnya, itu lebih baik buat para penulis dan publik luas.

Denny mengutip riset yang dilakukan di Amerika Serikat: Survey of Public Participation in Art (SPPA). Terjadi penurunan signfikan pada pembaca puisi jenis lama.

Di tahun 1992, sekitar 17 persen populasi di Amerika Serikat mengaku dalam setahun setidaknya membaca satu puisi. Tapi 20 tahun kemudian; pertanyaan yang sama diajukan. Yang mengaku membaca puisi paling tidak satu puisi di tahun itu merosot hanya tersisa 6.7 persen.

Penyebabnya, jelas Denny, karena bahasa puisi jenis lama sulit dimengerti publik luas. Para penyair berasyik masyuk dengan bahasa yang menurut mereka kenyal, simbolik dan multi interpretatif. Tapi bahasa jenis ini hanya dimengerti oleh mereka yang mempunyai pengalama literer. Jumlah mereka semakin sedikit.

''Topik dalam puisi jenis lama itu juga terasing dari persoalan nyata yang dirasakan publik luas,’’ ungkap Denny dalam siaran persnya.

Puisi esai justru hadir berbeda dengan jenis puisi lama. Kata Dennya, puisi esai menjadi gerakan karena kalangan penulis berniat membawa puisi kembali ke tengah gelanggang. Bahasa puisi esai sederhana. Isi yang dikandung umumnya soal isi yang sedang bergetar di publik luas.

Menurutnya, sejak terbitnya buku 'Atas Nama Cinta 2012', gerakan puisi esai meluas. Di tahun 2017 misalnya, 178 penulis dari 34 provinsi di seluruh Indonesia menuliskan //local wisdom 34 provinsi dalam 34 buku puisi esai.

Aneka kisah sebenarnya yang penting di provinsi itu direkam dalam puisi esai. “Dengan membaca 34 buku puisi esai dari 34 provinsi, kita menyelami kekayaan budaya Indonesia, dari Aceh hingga Papua,” kata Denny.

Di tahun 2018, papar Denny, puisi esai juga meluas ke Asia Tenggara. Komunitas puisi esai menyeleggarakan lomba menulis puisi esai se-Asia Tenggara tentang isu sosial di negara masing masing.

Kisah soal hubungan Indonesia dan Malaysia sebagai misal, soal ganyang Malaysia era Soekarno terekam di sana. Juga soal isu perebutan property right Indonesia soal batik, lagu, dan lain lain, muncul dalam puisi esai.

Di tahun 2020, ketika Covid-19 menyerang, kata Denny, 60 penulis puisi esai dari lima pulau besar Indonesia, ditambah negara Asia Tenggara dan Australia menulis jeritan batin masyarakat dalam bentuk puisi esai mini.

Ada kisah relawan covid-19 yang berbakti. Mereka malah tertular dan meninggal. Ada kisah pedagang keliling yang kelaparan. Ia pun tak peduli pembatasan sosial  dan tetap berdagang.

"Panitia di Kamus Besar Bahasa Indonesia merekam dinamika puisi esai itu,” kata . Denny JA. Puisi esai kini bukan saja menjadi kata baru dalam kamus, tap diakui sebagai ragam sastra baru. Termasuk puisi esai berevolusi ke tahap film puisi esai. Sedang disusun 34 skenario film yang keseluruhannya berdasarkan puisi esai.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement