REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengatakan, rencana merelaksasi pembatasan sosial berskala besar (PSBB) tidak berarti melanggar protokol kesehatan yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Mahfud menjelaskan, rencana relaksasi muncul dari semangat mencegah terjadinya perlambatan ekonomi masyarakat di tengah pemberlakuan PSBB akibat pandemi Covid-19.
Adanya relaksasi atau pelonggaran PSBB tersebut bertujuan agar masyarakat bisa memutar kembali roda perekonomian, tetapi tetap dalam koridor protokol kesehatan. "Ekonomi tidak boleh macet, tidak boleh mati. Oleh sebab itu, Presiden mengatakan ekonomi harus tetap bergerak, tapi tetap di dalam kerangka protokol kesehatan itu. Itulah yang disebut relaksasi," kata Mahfud MD, di Jakarta, Ahad (3/5).
Mahfud menilai pemberlakuan PSBB di berbagai wilayah berbeda-beda. Ada wilayah yang sangat ketat melarang masyarakat untuk menjalankan aktivitas di luar rumah. Namun, terdapat pula wilayah yang warganya melanggar aturan PSBB dengan mudah. Berdasarkan hal tersebut, dia berpandangan perlu adanya pemberlakuan relaksasi PSBB.
"Di berbagai tempat itu berbeda. Ada yang begitu ketat. Orang mau bergerak ke sana tidak bisa, mau cari uang tidak bisa, mau ini tidak bisa. Tapi, di tempat lain ada orang yang melanggar dengan begitu mudahnya. Nah, ini yang dimaksud perlu dilakukan relaksasi," kata Mahfud.
Sebelumnya, dalam siaran langsung di akun Instagram-nya, Sabtu (2/5), Mahfud menyebut pemerintah sedang memikirkan adanya relaksasi PSBB sebagai tanggapan atas keluhan masyarakat yang tidak dapat beraktivitas dengan bebas saat pemberlakuan PSBB. "Kita tahu bahwa ada keluhan sekarang ini sulit keluar, sulit berbelanja dan sebagainya, sulit mencari nafkah dan sebagainya. Kita sedang memikirkan apa yang disebut relaksasi PSBB," kata Mahfud.
Pernyataan Mahfud tersebut kemudian menjadi perbincangan hangat di tengah masyarakat. Ketua MPR Bambang Soesatyo (Bamsoet) mengingatkan pemerintah untuk tidak terburu-buru merelaksasi atau melonggarkan PSBB.
Dia menilai pertimbangan dan keputusan relaksasi PSBB hendaknya lebih mendengarkan pendapat kepala daerah. "Memang benar semua orang merasakan tidak nyaman karena terus berdiam di rumah. Namun, demi kesehatan dan keselamatan banyak orang, relaksasi PSBB hendaknya tidak perlu terburu-buru," kata Bamsoet dalam keterangannya di Jakarta, Ahad.
Bamsoet menilai, sebelum kecepatan penularan Covid-19 bisa dikendalikan dengan pembatasan sosial, relaksasi PSBB sebaiknya jangan dahulu dilakukan.