Senin 04 May 2020 07:54 WIB

Pemerintah Diminta Kaji dengan Matang Relaksasi PSBB

Legislator mengatakan pemerintah harus kaji secara matang relaksasi PSBB.

Rep: Ali Mansur/ Red: Bayu Hermawan
Pos Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) (ilustrasi)
Foto: ANTARA/Fauzan
Pos Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi IX Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Muchamad Nabil Haroen mengatakan relaksasi penerapan PSBB harus dikaji secara matang dengan beberapa pertimbangan strategis. Pemerintah harus merujuk pada tujuan utamanya, yakni menjaga nyawa, keamanan dan kesejahteraan rakyat. 

"Memang PSBB menjadikan ekonomi melambat, yang pada akhirnya berdampak pada sirkulasi keuangan dan pendapatan warga. Ini yang harus dikaji, bagaimana mengelola ketahanan pangan, pendapatan warga, sekaligus penanganan medis," ujar Nabil dalam keterangannya, Ahad (3/5).

Baca Juga

Nabil melanjutkan, jika akhirnya relaksasi PSBB diputuskan, harus ada peraturan ketat terkait penjarakan fisik atau physical distancing dan social distancing, serta pentingnya memakai masker. Jadi warga harus diberitahu, saat ini berada dalam kehidupan dengan pola baru, dengan mengutamakan kesehatan. 

Sebelumnya, Menkopolhukam Mahfud MD mengatakan pemerintah tengah memikirkan relaksasi PSBB. Pelonggaran untuk aturan tersebut disiapkan untuk mencegah masyarakat merasa stress karena merasa terlalu dikekang. "Kita sudah sedang memikirkan apa yang disebut relaksasi PSBB nanti akan diadakan sedang dipikirkan pelonggaran-pelonggaran," jelas Mahfud melalui siaran langsung instagramnya, Sabtu (2/5) malam.

Ia memberikan contoh terkait aktivitas yang dapat dilakukan dengan protokol tertentu selama PSBB. Menurutnya, hal tersebut dipikirkan oleh pemerintah karena pemerintah tahu kalau masyarakat dikekang maka akan timbul stress yang berujung pada menurunnya imun mereka. "Nah kalau stress itu imunitas orang itu akan akan melemah juga akan menurun oleh sebab itu kita memikirkan mari kerjakan ini semua secara sabar bersama-sama," jelasnya.

Mahfud menyampaikan, yang saat ini diperlukan adalah kebersamaan. Menurut dia, saat ini tidak ada lagi hierarki atau struktur hubungan antara orang dengan orang lain yang satu lebih tinggi dengan yang satu lebih rendah. Saat ini, kata dia, posisi semua orang sama.

"Sekarang ini sama sama-sama posisinya, di depan kos itu sama, siapa pun yang lengah akan diserang (penyakit). Oleh sebab itu kita harus saling sama-sama menjaga jangan biarkan ditulari orang lain, jangan juga menulari orang lain. Nah itulah sekarang protokol yang diatur oleh pemerintah," katanya.

 

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَلَقَدْ اَرْسَلْنَا رُسُلًا مِّنْ قَبْلِكَ مِنْهُمْ مَّنْ قَصَصْنَا عَلَيْكَ وَمِنْهُمْ مَّنْ لَّمْ نَقْصُصْ عَلَيْكَ ۗوَمَا كَانَ لِرَسُوْلٍ اَنْ يَّأْتِيَ بِاٰيَةٍ اِلَّا بِاِذْنِ اللّٰهِ ۚفَاِذَا جَاۤءَ اَمْرُ اللّٰهِ قُضِيَ بِالْحَقِّ وَخَسِرَ هُنَالِكَ الْمُبْطِلُوْنَ ࣖ
Dan sungguh, Kami telah mengutus beberapa rasul sebelum engkau (Muhammad), di antara mereka ada yang Kami ceritakan kepadamu dan di antaranya ada (pula) yang tidak Kami ceritakan kepadamu. Tidak ada seorang rasul membawa suatu mukjizat, kecuali seizin Allah. Maka apabila telah datang perintah Allah, (untuk semua perkara) diputuskan dengan adil. Dan ketika itu rugilah orang-orang yang berpegang kepada yang batil.

(QS. Gafir ayat 78)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement