Selasa 05 May 2020 03:36 WIB

Singapura: Perlu Tindakan Jangka Panjang untuk Covid-19

Singapura menilai negara harus siap jangka panjang karena belum ada vaksin Covid-19

Red: Nur Aini
Seorang anak yang mengenakan masker di patung Merlion, Taman Merlion, Singapura, Rabu (15/4). Singapura pada 14 April mewajibkan semua orang untuk mengenakan maker di luar rumah
Foto: EPA-EFE / HOW HWEE YOUNG
Seorang anak yang mengenakan masker di patung Merlion, Taman Merlion, Singapura, Rabu (15/4). Singapura pada 14 April mewajibkan semua orang untuk mengenakan maker di luar rumah

REPUBLIKA.CO.ID, SINGAPURA -- Pemerintah Singapura menganggap perlu ada rancangan tindakan berkelanjutan untuk jangka panjang terkait dampak dari pandemi Covid-19 mengingat vaksin belum ditemukan, demikian juga dengan pengobatan khusus antivirus corona.

Dalam pernyataan yang diterima pada Senin (4/5), Kedutaan Besar Singapura di Jakarta mengatakan Singapura meyakini kesiapan harus diterapkan atas kemungkinan pandemi Covid-19, yang mungkin akan berlangsung dalam jangka waktu yang cukup lama.

“Dengan belum adanya vaksin dan pengobatan antivirus khusus, maka penting bagi kami untuk memastikan bahwa rancangan tindakan kami tetap berkelanjutan untuk jangka panjang,” kata Kedubes Singapura.

Berbagai tindakan yang perlu dipersiapkan termasuk melakukan lebih banyak lagi tes untuk melindungi kelompok rentan. Selain itu, membatasi dan memperlambat penularan virus agar tidak memperberat sistem kesehatanserta transparan dan konsisten mengambil pendekatan rasional yang berbasis pada fakta.

Negara tersebut mengatakan akan bekerja sama dengan mitra internasional guna menjaga jalur perdagangan, jalur pasokan dan komunikasi tetap terbuka, khususnya terkait barang-barang penting seperti persediaan medis dan makanan.

“Negara-negara harus berkolaborasi untuk mengatasi tantangan yang ditimbulkan oleh pandemi Covid-19, dan kita juga harus bekerja bersama untuk memosisikan diri dengan baik untuk pemulihan setelah situasi stabil kembali,” katanya.

Pada 1 Mei, para menteri perdagangan Singapura, Australia, Kanada, Korea Selatan, dan Selandia Baru mengesahkan Joint Ministerial Statement on Action Plans to Facilitate the Flow of Goods and Services as well as the Essential Movement of People. Melalui dokumen itu, para menteri menyetujui sejumlah hal.

Pertama, mempercepat prosedur bea cukai dan tidak mengeluarkan pembatasan ekspor pada barang-barang penting, seperti makanan dan pasokan medis. Kedua, memfasilitasi pembukaan kembali perjalanan lintas-batas esensial, dengan tetap mempertimbangkan kesehatan masyarakat sejalan dengan upaya untuk memerangi pandemi Covid-19.

Ketiga, meminimalkan dampak Covid-19 pada perdagangan dan investasi serta memfasilitasi pemulihan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan dari pandemi Covid-19. Terkait perkembangan kasus Covid-19 di dalam negeri, Singapura melaporkan penurunan signifikan dalam penularan lokal selama satu bulan terakhir. Rata-rata harian jumlah kasus baru di masyarakat telah menurun dari 21 kasus per pekan, menjadi 11 pada pekan lalu.

Kasus yang masih banyak ditemukan berada di komunitas pekerja asing, meski sebagian besar kasus bersifat ringan. Para pekerja asing akan menerima perawatan medis yang sama dengan warga negara Singapura, berdasarkan komitmen yang terus digaungkan oleh Perdana Menteri Lee Hsien Loong dan pemerintah setempat untuk menjaga kesejahteraan mereka.

Sementara itu, selama beberapa pekan ke depan, langkah-langkah pembatasan ketat yang diberlakukan akan semakin diperlonggar.

“Singapura juga sedang mempersiapkan langkah-langkah untuk dimulainya kembali kegiatan masyarakat dan ekonomi secara aman dan bertahap setelah berakhirnya periode circuit breaker pada tanggal 1 Juni 2020. Kami harus berhati-hati dalam pencabutan larangan, dan tetap menerapkan langkah pengamanan lebih lanjut ketika melakukannya,” ujar pernyataan Kedubes Singapura.

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement