REPUBLIKA.CO.ID, oleh Antara, Lida Puspaningtyas, Intan Pratiwi
Pandemi Covid-19 ikut berdampak pada tagihan listrik masyarakat pada dua bulan terakhir. PT Perusahaan Listrik Nasional (PLN) akhirnya mengeluarkan penjelasan resmi penyebab kenaikan tagihan listrik yang terjadi di masyarakat selama masa pandemi.
“Tidak ada kenaikan tarif dasar listrik, itu tidak benar sama sekali,” kata Executive Vice President Corporate Communication & CSR PT PLN, I Made Suprateka dalam konferensi pers virtual di Jakarta, Rabu (6/5).
PLN menjelaskan, bahwa kenaikan tarif disebabkan oleh penggunaan konsumsi listrik rumah tangga yang meningkat dikarenakan aktivitas di rumah semakin banyak dalam memakai listrik. Selain itu, pada bulan Maret, PLN tidak melakukan pencatatan meter, namun menggunakan kebijakan rata-rata pemakaian pada tiga bulan sebelumnya (Desember, Januari dan Februari).
Made memberikan contoh. Apabila rata-rata tiga bulan terakhir (Desember 2019 - Februari 2020) didapat pemakaian sebesar 50 Kwh, maka pada bulan Maret 2020 akan didapat tagihan sebesar 50 kwh. Namun, kenaikan penggunaan listrik terjadi karena masyarakat mulai bekerja dari rumah atau adanya kebijakan WFH, sehingga tagihan listrik ada yang naik menjadi 70 kWH. Artinya, ada 20 kWh yang belum ditagihkan ke pelanggan.
Selanjutnya, pada April 2020, tagihan listrik sejumlah pelanggan kembali naik karena Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) diterapkan penuh. Sehingga, sebagian masyarakat bekerja 24 jam di rumahnya.
Akibatnya, tagihan listrik naik 90 kWH. Maka, tagihan tersebut akan ditambahkan dengan 20 kWh yang belum tertagih pada Maret 2020. Sehingga totalnya menjadi 110 kWh. Kesan inilah, menurut Made, membuat masyarakat merasakan kenaikan listrik berkali-kali lipat dari pemakaian normal.
Selain itu, Made juga membantah adanya tuduhan subsidi silang yang dilakukan PLN secara diam-diam untuk menutupi beban tanggungan listrik selama PSBB. PLN juga memastikan tarif dasar listrik seluruh golongan tarif tidak mengalami kenaikan, termasuk rumah tangga daya 900 Volt Ampere (VA) Rumah Tangga Mampu (RTM) dan diatasnya.
Seperti diketahui penetapan tarif dilakukan 3 bulan sekali oleh pemerintah. Untuk tarif April hingga saat ini dinyatakan tetap, yakni sama dengan periode 3 bulan sebelumnya.
“Kami pastikan saat ini tidak ada kenaikan listrik, harga masih tetap sama dengan periode tiga bulan sebelumnya. Bahkan sejak tahun 2017 tarif listrik ini tidak pernah mengalami kenaikan,” tutur Executive Vice President Corporate Communcation and CSR, I Made Suprateka, Sabtu (2/5).
Adapun besaran tarif yang berlaku saat ini sebagai berikut:
- Tarif untuk tegangan rendah sebesar Rp 1.467/kWh
- Tarif untuk R-1/900 VA RTM sebesar Rp 1.352/kWh
- Tarif untuk tegangan menengah sebesar Rp 1.115/kWh
- Tarif untuk tegangan tinggi sebesar Rp 997/kWh
Menurut Made, adanya peningkatan tagihan rekening listrik pada pelanggan rumah tangga lebih disebabkan oleh meningkatnya penggunaan masyarakat akibat adanya pandemi virus corona yang membuat masyarakat banyak melakukan aktifitas di rumah.
“Kami memahami di tengah pandemi ini, kebutuhan masyarakat akan listrik bertambah. Peningkatan penggunaan listrik sangat wajar terjadi dengan banyaknya aktivitas di rumah. Biasanya siang hari tidak ada aktivitas, saat ini kita harus bekerja dari rumah, otomatis penggunaan bertambah, misalnya untuk laptop dan pendingin ruangan,” tambah Made.
Anomali
Sebelumnya, Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi meminta masyarakat untuk melaporkan kenaikan tarif dasar listrik (TDL) di kalangan pelanggan rumah tangga. Menurutya, pelanggan wajib melaporkan hal tersebut jika kenaikan mencapai diatas 50 persen.
"Karena kalau sampai di atas 50 apalagi sampai 100 persen itu artinya ada anomali dan konusmen harus lapor ke PLN untuk mengklarifikasi kenapa ada kenaikan sebesar itu," kata Tulus Abadi kepada Republika di Jakarta, Senin (4/5).
Hal tersebut disampaikan Tulus menyusul banyaknya keluhan publik melalui media sosial yang menyebut TDL mereka naik drastis. Mereka lantas mempertanyakan PLN sebagai penyedia listrik nasional atas kenaikan tersebut.
Meski demikian, Tulus menilai wajar kenaikan TDL yang terjadi saat ini. Dia mengatakan, hal tersebut mengingat masyarakat saat ini lebih banyak menghabiskan waktu di tempat tinggal masing-masing menyusul peneparan kebijakan kerja dari rumah (KDR) dan PSBB.
"Kalau kenaikan itu wajar saya kira karena memang efek dari WFH," katanya.
Dia mengatakan, kenaikan iuran bulanan listrik 20 hingga 30 persen itu merupakan hal lumrah. Dia mengatakan, kebijakan KDR membuat membuat berbagai perlengkapan elektronik aktif lebih lama atau memang ada pemakaian peralatan elektronik yang sedang menignkat sehigga memakan daya listrik.
"Selama PSBB, di rumah saya juga naik 200 ribu," ungkapnya.
Kepala Bidang Pengaduan dan Hukum YLKI, Sularsi meminta masyarakat juga diminta untuk melakukan pengecekan secara mandiri atas pemakaian listriknya dari bulan ke bulan. Masyarakat bisa melihat jumlah kWh yang ada dalam tagihan atau kesesuaian token listrik prabayar dengan bulan-bulan biasanya. Saat sudah pasti ada perbedaan signifikan, masyarakat bisa mengajukan keluhan.
"Perlu kejelian dalam pemakaian selama bulan April, diduga ada pemakaian berlebih pada bulan Maret saat WFH diberlakukan," katanya.