Rabu 06 May 2020 17:05 WIB

Peneliti: Audit Data Covid-19 dari Daerah ke Pusat

Data yang dilaporkan pemerintah patut diduga tidak mencerminkan fakta sesungguhnya.

Red: Mas Alamil Huda
Founder and CEO Alvara, Hasanuddin Ali.
Foto: Republika/Iman Firmansyah
Founder and CEO Alvara, Hasanuddin Ali.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Berbagai ramalan atau prediksi tentang puncak maupun berakhirnya pandemi Covid-19 di Indonesia menunjukkan perbedaan cukup signifikan antara satu dan yang lain. Kondisi ini dinilai terjadi karena basis data yang digunakan untuk melakukan pemodelan tidak merepresentasikan kondisi riil di lapangan.

"Pemodelan untuk memprediksi Covid-19 di Indonesia sekarang susah sekali, karena data yang dilaporkan pemerintah setiap hari itu patut diduga tidak mencerminkan fakta sesungguhnya," kata CEO Alvara Research Center, Hasanuddin Ali, kepada Republika, Rabu (6/5).

Indonesia mencatatkan angka tertinggi dalam hal tambahan kasus baru Covid-19 sejak kasus ini diumumkan pertama kali pada awal Maret lalu. Pada Selasa (5/5), pemerintah mengumumkan terjadi penambahan pasien terkonfirmasi positif sebanyak 484 orang dalam 24 jam terakhir. Sementara pada Rabu (6/5), penambahan pasien positif sebanyak 367 kasus.

Padahal, penambahan kasus positif Covid-19 dari awal Mei pada Jumat (1/5) secara berangsur-angsur melambat hingga Senin (4/5). Pada Jumat tercatat jumlah kasus sebesar 4.283 kasus menjadi 4.355 kasus pada Sabtu (2/5) kenaikan kasus tercatat 72 kasus. Angka-angka itu menunjukkan adanya fluktuasi. Artinya, belum bisa dikatakan sudah terjadi penurunan atau telah melwati puncak.