REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memasukkan tersangka Samin Tan (SMT) yang merupakan pemilik perusahaan pertambangan PT Borneo Lumbung Energi dan Metal (BLEM) dalam status Daftar Pencarian Orang (DPO). Samin Tan menjadi tersangka dalam perkara dugaan suap pengurusan terminasi kontrak Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) PT Asmin Koalindo Tuhup di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri melalui keterangannya di Jakarta, Rabu, mengatakan Samin Tan tidak menghadiri panggilan pemeriksaan sebagai tersangka sebanyak dua kali.
"Pertama, SMT tidak datang dan tidak memberikan alasan yang patut dan wajar atas panggilan KPK untuk hadir pada 2 Maret 2020. Padahal KPK telah mengirimkan surat panggilan pada 28 Februari 2020," ujarnya.
Kemudian, KPK mengirimkan kembali surat panggilan kedua pada 2 Maret 2020 untuk pemeriksaan pada 5 Maret 2020. "Tersangka SMT tidak memenuhi panggilan KPK dan mengirimkan surat dengan alasan sakit menyertai surat keterangan dokter. Dalam surat tersebut, tersangka SMT menyatakan akan hadir pada 9 Maret 2020," kata Ali.
Namun pada 9 Maret 2020, kata dia, Samin Tan kembali meminta penundaan pemeriksaan dengan alasan sakit dan butuh istirahat selama 14 hari dan melampirkan surat keterangan dokter. Selanjutnya pada 10 Maret 2020, KPK menerbitkan surat perintah penangkapan atas nama tersangka Samin Tan.
"Atas dasar surat itu, KPK melakukan pencarian terhadap tersangka SMT ke beberapa tempat antara lain dua rumah sakit di Jakarta, apartemen milik tersangka di kawasan Jakarta Selatan, dan beberapa hotel di Jakarta Selatan. Namun hingga saat ini keberadaan SMT belum diketahui," jelasnya.
Oleh karena itu, kata dia, sesuai dengan Pasal 12 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002, KPK berwenang meminta bantuan kepolisian atau instansi lain yang terkait untuk melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan dalam perkara tindak pidana korupsi yang sedang ditangani.
"Atas dasar itu, KPK memasukkan SMT ke dalam DPO sejak 17 April 2020. KPK juga telah mengirimkan surat pada Kepala Kepolisian Republik Indonesia Up. Kabareskrim Polri tertanggal 17 April 2020 perihal DPO atas nama SMT," ucapnya.
KPK juga meletakkan informasi DPO berupa foto dan identitas yang diperlukan pada website KPK, yakni https://www.kpk.go.id/id/dpo/1616-dpo-samin-tan. "Jika ada yang memiliki informasi silakan hubungi KPK di call center 198, email: [email protected] atau kantor Kepolisian terdekat. Peran serta masyarakat dalam pemberantasan korupsi sangat diperlukan," ucap Ali.
Diketahui, tersangka Samin Tan memberi suap kepada mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR RI dari Fraksi Partai Golkar Eni Maulani Saragih sebesar Rp5 miliar terkait pengurusan terminasi kontrak tersebut. Konstruksi perkara diawali pada Oktober 2017, Kementerian ESDM melakukan terminasi atas Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara PT Asmin Koalindo Tuhup (AKT). Sebelumnya diduga PT BLEM milik Samin Tan telah mengakusisi PT AKT.
Untuk menyelesaikan persoalan terminasi perjanjian karya tersebut, Samin Tan diduga meminta bantuan sejumlah pihak, termasuk Eni terkait permasalahan pemutusan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) Generasi 3 di Kalimantan Tengah antara PT AKT dengan Kementerian ESDM.
Eni sebagai anggota DPR di Komisi Energi menyanggupi permintaan bantuan Samin Tan dan berupaya mempengaruhi pihak Kementerian ESDM termasuk menggunakan forum Rapat Dengar Pendapat dengan Kementerian ESDM dimana posisi Eni adalah anggota panitia kerja (panja) Minerba Komisi VII DPR RI.
Dalam proses penyelesaian tersebut, Eni diduga meminta sejumlah uang kepada Samin Tan untuk keperluan pilkada suami di Kabupaten Temanggung. Pada Juni 2018 diduga telah terjadi pemberian uang dari tersangka Samin Tan melalui staf dan tenaga ahli Eni di DPR sebanyak dua kali yaitu pada 1 Juni 2018 sebanyak Rp4 miliar dan pada 22 Juni 2018 sebanyak Rp1 miliar.