REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Menteri Luar Negeri Retno Marsudi menyoroti adanya aksi saling menyalahkan terkait munculnya pandemi Covid-19. Menurutnya, hal tersebut tak kondusif karena solidaritas global sangat dibutuhkan saat ini.
“Rivalitas global meningkat menyusul aksi saling tuding kekuatan dunia tentang siapa yang salah terkait munculnya virus. Seperti yang Anda lihat, perkembangan ini tentu tidak kondusif, pada saat di mana solidaritas dan kolaborasi global sangat penting,” kata Retno saat berpartisipasi dalam webinar yang diselenggarakan Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI) pada Jumat (8/5).
Pada kesempatan itu, Retno turut memaparkan besaran dampak pandemi Covid-19. International Monetary Fund (IMF), kata dia, telah mengantisipasi terjadinya krisis ekonomi terburuk sejak Great Depression 1930. Pertumbuhan ekonomi global diprediksi menurun tiga persen.
International Labour Organization (ILO) menyebut 1,6 miliar pekerja informasi telah menderita dampak besar dalam kapasitasnya mencari penggasilan. Sementara Sekretaris Jenderal (Sekjen) PBB mengatakan angka kemiskinan naik 500 juta.
Retno mengatakan World Food Programme (WFP) pun telah mengungkapkan bahwa gangguan dalam tatanan ekonomi dan langkah-langkah yang diambil untuk mengekang penyebaran Covid-19 dapat menyebabkan 130 juta orang kelaparan pada akhir tahun ini.
Dia menegaskan Covid-19 tak mengenal perbatasan. “Tak ada negara yang kebal dari virus ini. Tak peduli seberapa kuat atau makmur, semua tangan terikat. Ini yang membuat kerja sama internasional sebuah tantangan sekarang,” ujarnya.
Indonesia, kata Retno, meyakini tak ada negara yang cukup kuat untuk menangani Covid-19 sendirian. “Hanya dengan mensinergikan kekuatan kita dan menjaga keberlangsungan kerja sama internasional, kita bisa memenangkan peperangan ini. Waktu dan kekuatan harus hanya difokuskan untuk apa yang penting, yakni menangani virus,” ucapnya.
Saat ini terdapat lebi dari 3,9 juta kasus Covid-19 di seluruh dunia. Kematian akibat virus telah melampaui 270 ribu jiwa.