REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Riset dan Teknologi/ Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (Menristek/BRIN), Bambang PS Brodjonegoro mengatakan dalam suatu skenario, perlu puluhan triliun rupiah untuk penyaluran vaksin Covid 19 jika setengah dari jumlah penduduk Indonesia divaksin.
Saat berdiskusi dengan Lembaga Biologi Molekuler Eijkman, Menristek Bambang mengatakan didapatkan skenario jika yang divaksin adalah separuh dari jumlah penduduk Indonesia, yakni sekitar 130 jutaan orang, maka butuh 260 jutaan ampul vaksin, karena satu kali vaksin butuh dua ampul.
"Waktu itu keluar angka sampai puluhan triliun untuk pengadaan dan distribusi vaksin," kata Menristek Bambang dalam bincang yang ditayangkan secara langsung di Jakarta, Jumat (8/5).
Untuk memenuhi kebutuhan pengadaan vaksin Covid 19 bagi masyarakat, paling tidak ada keterlibatan pemerintah dengan memberikan subsidi. "Misalkan kelompok yang sanggup itu barangkali membayar, nah kelompok yang tidak mampu itu yang disubsidi," ujarnya.
Menurut Menristek Bambang, keterlibatan pemerintah itu bisa dengan menanggung 50 hingga 100 persen dari harga vaksin. Jika tidak ada subsidi, dikhawatirkan sebagian warga Indonesia tidak sanggup membeli vaksin. "Menurut saya mungkin harus ada, paling tidak keterlibatan pemerintah untuk bisa menyebarkan vaksin tersebut," ucapnya.
Jika vaksinnya harus sepenuhnya dibeli sendiri, dikhawatirkan hanya orang-orang tertentu yang memiliki dana yang mampu membeli vaksin. "Yang berarti orang yang bisa selamat itu berarti itu dipilih-pilih, hanya yang sanggup. Menurut saya nanti harus ada skema dimana pemerintah ikut terlibat," katanya lagi.
Menristek Bambang menuturkan pandemi Covid 19 hanya akan berakhir dan tidak menjadi ancaman kalau vaksin sudah ditemukan. Saat ini, Konsorsium Covid 19 yang dibentuk Kementerian Riset dan Teknologi berupaya untuk mengembangkan vaksin Covid 19 di Indonesia. Kemungkinan paling cepat vaksin itu dapat dibuat dalam waktu satu tahun.