REPUBLIKA.CO.ID, RAMALLAH – Kelompok hak asasi European Coordination of Committees and Association for Palestine (ECCP) mendesak Uni Eropa mengambil tindakan untuk melawan rencana Israel mencaplok Tepi Barat. Hal itu disampaikan ECCP melalui surat yang dikirimnya kepada Perwakilan Tinggi Uni Eropa untuk Urusan Luar Negeri Josep Borrell.
Dalam surat itu, ECCP mengatakan ini bukan pertama kalinya Israel berupaya untuk secara ilegal mencaplok bagian dari wilayah yang didudukinya. Israel, kata ECCP, telah mencaplok Yerusalem Timur pada 1967 dan Dataran Tinggi Golan, Suriah, pada 1981. Keduanya merupakan pelanggaran berat hukum internasional.
Israel turut memblokade Jalur Gaza selama 13 tahun terakhir. Memicu salah satu krisis kemanusiaan terburuk di dunia. ECCP mendesak Borrell melaksanakan pernyataannya pada Februari lalu, yakni saat dia memperingatkan Israel bahwa langkah menuju pencaplokan, jika dilakukan, tidak dapat dilewati tanpa hambatan.
ECCP mendesak Uni Eropa mengambil langkah konkret. Misalnya dengan menangguhkan European Union-Israel Association Agreement dan mengecualikan Israel dari partisipasi dalam European Union Framework Programs.
ECCP mengungkapkan di bawah hukum internasional, Uni Eropa secara keseluruhan dan masing-masing negara anggotanya memiliki kewajiban melarang perdagangan dengan permukiman ilegal Israel.
ECCP mengatakan, karena mengizinkan entitas semacam itu berdagang secara bebas dan memperoleh keuntungan dari pendudukan itu melanggar tugas-tugas tak mengakui serta tak membantu pelanggaran serius hukum internasional. Situasi saat ini tidak dapat dibiarkan berlanjut jika Uni Eropa serius tentang komitmennya terhadap hak asasi manusia dan supremasi hukum.
"Dalam konteks ini kami, sebuah koalisi 40 organisasi masyarakat sipil dan lembaga swadaya masyarakat dari 20 negara Eropa, meminta Anda menentukan tindakan seperti apa yang akan diterapkan oleh pemerintah Uni Eropa dan Eropa untuk mencegah aneksasi Israel secara ilegal," tulis ECCP dalam suratnya seperti dikutip laman kantor berita Palestina, WAFA, Sabtu (9/5).
Sebelumnya Duta Besar Amerika Serikat (AS) untuk Israel David Friedman mengatakan negaranya siap mengakui kedaulatan Israel di Tepi Barat setelah syarat-syarat yang ditetapkan negaranya dilaksanakan.
Mereka antara lain, menyelesaikan pemetaan, menghentikan pembangunan permukiman Israel di Area C yang dikecualikan dari aneksasi, dan ketika Perdana Menteri Benjamin Netanyahu setuju untuk bernegosiasi dengan Palestina sesuai dengan rencana perdamaian AS.
"Washington tidak berencana untuk memaksakan syarat baru bagi langkah itu," kata Friedman dalam sebuah wawancara dengan harian Israel, Hayom, seperti dikutip laman Anadolu Agency, Rabu (6/5).
Setelah hal-hal itu terpenuhi, AS akan mengakui kedaulatan Israel di sebagian wilayah Tepi Barat. “Bukan AS yang mendeklarasikan kedaulatan tetapi pemerintah Israel. Setelah itu, AS siap untuk mengenalinya," ujarnya.
Israel diperkirakan akan melakukan aneksasi pada 1 Juli, sebagaimana disepakati antara Netanyahu dan kepala partai Biru dan Putih Benny Gantz. Keduanya saat ini membentuk pemerintah persatuan.
Sebagian besar pemukiman yang ingin dicaplok Israel terletak di Area C yang membentuk sekitar 60 persen dari Tepi Barat. Wilayah itu diketahui berada di bawah kendali Israel.