REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Salah satu tujuan I’tikaf selama sepuluh hari terakhir adalah meraih Lailatul Qadar. Rasulullah SAW bersabda, ‘’Apabila tiba Lailatul Qadar, maka Jibril turun ke dunia bersama kumpulan para malaikat dan akan berdoa bagi orang yang berdiri shalat malam dan duduk mengingat Allah. Dan pada hari Idul Fitri, Allah akan membangga-banggakan mereka di hadapan para malaikat…'' (HR Baihaqi).
Sungguh luar biasa kemuliaan yang dianugerahkan Allah SWT pada malam Lailatul Qadar. Tak heran jika Rasulullah SAW bersama para sahabat dan para imam dan orang-orang saleh tak pernah menyia-nyiakan keutamaan dan keagungan Lailatul Qadar yang dikaruniakan Allah SWT. Mereka beribadah dengan giat dan semangat.
Meski telah mendapat jaminan dengan berbagai kabar gembira, Rasulullah SAW pun tetap giat dan sibuk beribadah, hingga kakinya bengkak. Nabi Muhammad SAW pun selalu menyambut datangnya Lailatul Qadar dengan memperbanyak ibadah. Rasulullah SAW bersabda, ''Carilah malam Lailatul Qadar pada malam-malam ganjil dari sepuluh malam pada akhir bulan Ramadhan.'' (HR Bukhari).
Para sahabat dan orang-orang saleh pun berlomba beritikaf untuk meraih kesempurnaan pahala Ramadhan. Mereka begitu semangat menyambut dan memuliakan tamu agung yang istimewa bernama Lailatul Qadar.
Umar bin Khattab RA memiliki cara sendiri untuk meraih kemuliaan malam yang lebih baik dari seribu bulan itu. Ia setelah shalat Isya akan pulang ke rumahnya dan mengerjakan shalat sepanjang malam hingga terdengar azan Subuh.
Lalu, Usman bin Affan RA menyambut tamu agung itu dengan ibadah sepanjang malam. Setelah puasa pada siang harinya, Usman menghabiskan malam dengan shalat. Ia tidur sebentar yaitu pada sebagian awal malam. Di setiap rakaatnya, Usman mengkhatamkan seluruh Alquran.
Para sahabat pun tak mau ketinggalan. Mereka memburu Lailatul Qadar dengan menghidupkan malam hari melalui ibadah. Syaddad RA, seoarng sahabat, dikisahkan biasa berbaring tanpa tidur sepanjang malamsambil miring ke kanan dan ke kiri sampai waktu fajar, kemudiaan berkata, ''Ya Allah ketakutan terhadap neraka Jahanam telah mengusir kantukku.''
Aswad bin Yazid RA pun tak mau kehilangan Lailatul Qadar. Sahabat Nabi SAW itu beribadah sepanjang malam pada bulan Ramadhan hingga Subuh, setelah sebelumnya tidur sebentar antara Maghrib dan Isya. Semua itu dilakukannya demi menyambut tamu agung bernama Lailatul Qadar.
Bahkan, dikisahkan, Said bin Musayyab, selama 50 tahun selalu shalat Isya dan shalat Fajar dengan wudlu yang sama. Pemburu Lailatul Qadar lainnya yang tercatat dalam sejarah adalah Shilah bin Ashyim. Ia biasa menghabiskan seluruh malamnya untuk beribadah kepada Allah hingga Subuh.
Dan setelah matahari terbit, ia berdoa, ''Ya Allah, hamba tak pantas meminta surga kepada-Mu, tetapi hamba hanya memohon kepada-Mu agar menyelamatkan hamba dari Jahanam.''
Qatadah biasa mengkhatamkan Alquran setiap tiga malam pada bulan Ramadhan. Namun, pada 10 malam terakhir Ramadhan ia mengkhatamkan seluruh Alquran setiap malam. Imam Abu Hanifah terkenal karena selama 40 tahun melakukan shalat Isya dan shalat Fajar dengan wudlu yang sama.
Apabila teman-temannya bertanya bagaimana ia memperoleh keutamaan untuk melakukannya, ia menjawab, ''Ini karena doa khusus yang aku mohonkan kepada Allah SWT melalui Ismul Azham.'' Abu Hanifah hanya tidur sejenak pada siang hari.
Abu Hanifah berkata, ''Hadis menganjurkan agar melakukannya.'' Yaitu tidurnya semata-mata mengikuti sunah. Sang imam pun sering menangis sedemikian rupa saat membaca Alquran, sehingga para tetangganya merasa kasihan kepadanya. Suatu ketika, ia menangis sepanjang malam sambil membaca Alquran surah Al-Qamar ayat 46.
Ibrahim bin Adham bahkan tak tidur sama sekali pada bulan Ramadhan, baik pada siang ataupun malam hari. Sedangkan Imam Syafii biasa mengkhatamkan Alaquran enam puluh kali selama bulan Ramadhan dalam shalat. Semua amal itu ditunaikan tanpa beban sedikitpun.