REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat Penerbangan Alvien Lie menilai penumpukkan penumpang di terminal 2, Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Tangerang, pada Kamis (14/5) menunjukkan lemahnya antisipasi dan koordinasi banyak pihak. Setidaknya ada lima pihak yang semestinya berkoordinasi dengan baik dan cermat.
"Saya mulai dari yang tertinggi dulu kewenangannya yaitu otoritas bandara yang merupakan lini terdepan dari direktorat jenderal perhubungan udara. Tugasnya adalah mengawasi mengatur dan mengkoordinir semua kegiatan yang ada di bandar udara atau sekelompok bandar udara termasuk yang memberikan izin bagi pekerja bandara," ujar Alvin Lie saat dihubungi Republika.co.id, Jumat (15/5).
Kedua, lanjut Alvin Lie, adalah pihak dari pengelola bandara dalam hal ini adalah Angkasa Pura II yang menyediakan infrastruktur. Ketiga dari pihak Lembaga Penyelenggara Pelayanan Navigasi Penerbangan Indonesia (AirNav Indonesia). Karena AirNav Indonesia yang mengatur jadwal atau slot penerbangan keluar masuk antar bandara. Keempat dari pihak maskapai atau Airlines, terakhir dari pihak Gugus Tugas.
"Kita perlu perhatian bahwa pada jam 6 pagi sampai jam 9 pagi dan jam 4 sore sampai jam 7 malam itu merupakan waktu-waktu favorit yang jadi rebutan para penumpang. Dalam kondisi normal saja padat apalagi ini dalam kondisi bencana nasional," terang Alvin Lie.
Alvin Lie menambahkan ada peraturan baru yang membuat prosedur naik pesawat itu lebih panjang dari biasanya. Mulai dari pemeriksaan surat tugas, pemeriksaan kesehatan, surat keterangan bebas Covid-19 bahkan dilakukan rapid test di bandara baru nanti check in. Sehingga tahapan ini dapat menambah panjang prosedur, akibatnya penumpukan penumpang pun terjadi.
Ironisnya, sambung Alvin Lie, pihak bandara juga tidak mengetahui berapa banyak penumpang yang akan datang. Karena memang dalam beberapa pekan terakhir pemerintah menutup pengangkutan penumpang. Karena tidak ada kegiatan di bandara, maka dialihkan semua dari terminal 1 ke terminal 2.
Praktis, dari 3 terminal yang beroperasi hanya 2 terminal saja dan hal menambah permasalahan. "Seharusnya tahu berapa banyak penumpang yang akan datang, berangkat jam berapa. Sehingga bandara juga dapat menyiapkan pengamanan pengaturan yang lebih baik lagi baik dari sistem antrianya maupun petugas keamanan X Ray dan lain lainnya," tegas Alvin Lie.
Selain itu, Alvin Lie juga meragukan pihak Angkasa Pura II memiliki data jumlah penumpang yang akan berangkat kemarin. Sementara data ini ada pihak maskapai dan otoritas bandara berwenang untuk meminta jumlah penumpang, jumlah dan jam penerbangan dan sebagainya. Walhasil, ketika penumpang berdatangan dan membludak semua pihak tergagap-gagap dan terjadilah penumpukkan.
"Saya mendapatkan laporan, sudah jauh lebih tertib, ini kan pelajaran dari hari kemarin bahwa informasi yang lebih lengkap, data lebih akurat dan lengkap itu dapat memungkinkan untuk perencanaan yang lebih cermat. Saya yakin semua pihak juga melakukan evaluasi," ungkap Alvin Lie.
Selanjutnya terkait pengaturan jadwal terbang, menurut Alvin Lie, sebetulnya bukan sesuatu patut dipersoalkan dan sepenuhnya menjadi kewenangan dari AirNav Indonesia. Pada Kamis (14/5) terdapat sekitar 20 penerbangan pada 06.00- 09.00 WIB, sementara pada kondisi normal bisa melayani lebih dari 1000 penerbangan dalam sehari. Artinya seharusnya jika hanya 20 penerbangan sangat tidak menjadi masalah. Hanya saja, kata Alvin Lie, semua pihak tergagap-gagap.