Selasa 19 May 2020 12:39 WIB

Pemerintah Siap Sanksi Perusahaan Digital tak Pungut PPN

Aturan pemungutan PPN Perusahaan digital berlaku mulai 1 Juli 2020.

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Nidia Zuraya
Warga mengakses layanan film daring melalui gawai di Jakarta, Sabtu (16/5/2020). Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) akan melakukan pungutan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 10 persen bagi produk digital impor dalam bentuk barang tidak berwujud maupun jasa (streaming music, streaming film, aplikasi, games digital dan jasa daring dari luar negeri) oleh konsumen di dalam negeri mulai 1 Juli 2020
Foto: Antara/Nova Wahyudi
Warga mengakses layanan film daring melalui gawai di Jakarta, Sabtu (16/5/2020). Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) akan melakukan pungutan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 10 persen bagi produk digital impor dalam bentuk barang tidak berwujud maupun jasa (streaming music, streaming film, aplikasi, games digital dan jasa daring dari luar negeri) oleh konsumen di dalam negeri mulai 1 Juli 2020

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Pemerintah akan membatasi akses layanan oleh perusahaan digital yang lalai melakukan pungutan, penyetoran dan pelaporan Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Ketentuan lebih rinci sedang dibahas Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dan akan segera dituangkan dalam regulasi Peraturan Menteri Keuangan (PMK).

Direktur Jenderal Pajak Kemenkeu Suryo Utomo menyebutkan, sanksi ini sebenarnya sudah tertuang dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) No.1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan.

Baca Juga

"Tapi, untuk implementasinya seperti apa, nanti kami rumuskan dalam satu PMK tersendiri," ujarnya dalam teleconference bersama jurnalis, Senin (18/5).

Sebelumnya, pemerintah melalui Kemenkeu sudah merilis regulasi PMK mengenai pengenaan PPN atas pemanfaatan produk digital dari luar negeri. Beleid hukum itu adalah Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 48 Tahun 2020 tentang Tata Cara Penunjukan Pemungut, Pemungutan dan Penyetoran serta Pelaporan Pajak Pertambahan Nilai Atas Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak dari Luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean Melalui Perdagangan.

Melalui regulasi tersebut, perusahaan yang menyediakan barang kena pajak tidak berwujud atau jasa kena pajak luar negeri harus memungut, menyetor dan melaporkan PPN terhadap produk digital mereka. Ketentuan yang berlaku sejak  1 Juli 2020 ini akan diaplikasikan pada perusahaan-perusahaan digital yang 'menjual' layanan di Indonesia seperti Zoom, Netflix hingga Amazon.

Suryo mengatakan, selama kurang dari dua bulan ke depan, pemerintah memberikan waktu kepada perusahaan-perusahaan terkait untuk menyiapkan diri maupun pemerintah. "Kami pun menyiapkan sistem administrasi untuk mengelola wajib pajak yang berasal dari luar negeri itu," tuturnya.

Selain menyiapkan regulasi sanksi, Suryo menambahkan, pihaknya juga tengah merumuskan detail penunjukkan pelaku usaha Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE) sebagai pemungut PPN. Di antaranya kriteria besaran nilai transaksi ataupun traffic di masing-masing PMSE.

Diketahui, pemungutan, penyetoran dan pelaporan PPN  atas produk digital yang berasal dari luar negeri tersebut dilakukan oleh pelaku usaha PMSE, yakni adalah pedagang/ penyedia jasa luar negeri, penyelenggara PMSE luar negeri atau penyelenggara PMSE.

Ketentuan tersebut akan tertuang dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak (Perdirjen Pajak). "Nanti akan ada Perdirjen yang akan menyebutkan atau memberikan kriteria mengenai besaran nilai transaksi atau banyaknya traffic yang akan saya gunakan sebagai dasar menunjuk mereka sebagai pemungut PPN," ucapnya.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement