Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan keprihatinannya, pada Rabu (20/5) tentang meningkatnya jumlah kasus infeksi COVID-19 di negara-negara miskin, bahkan ketika banyak negara kaya mulai melonggarkan aturan kuncian (lockdown).
WHO mengatakan 106.000 kasus baru infeksi COVID-19 telah dicatat dalam 24 jam terakhir, dan menjadi kasus harian terbesar.
"Jalan kita masih panjang untuk menghadapi pandemi ini," kata direktur jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus dalam konferensi pers. "Kami sangat prihatin dengan meningkatnya kasus di negara berpenghasilan rendah dan menengah."
Tembus 5 juta kasus
Pada Rabu (20/5), kasus COVID-19 dunia telah melampaui angka lima juta, dengan Amerika Latin melaporkan jumlah terbesar dalam kasus harian baru secara global.
Amerika Latin menyumbang sekitar sepertiga dari 91.000 kasus yang dilaporkan awal minggu ini. Eropa dan Amerika Serikat masing-masing menyumbang lebih dari 20% kasus.
Sejumlah besar kasus-kasus baru itu berasal dari Brasil, yang baru-baru ini melampaui Jerman, Prancis, dan Inggris. Brasil kini menjadi negara dengan kasus terbesar ketiga di dunia, setelah Amerika Serikat dan Rusia.
WHO akan lakukan evaluasi
Sebelumnya, WHO mendapat kecaman dari Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump. Trump menuduh badan kesehatan global ini telah salah menangani wabah dan mendukung Cina, tempat virus itu diyakini pertama kali muncul akhir tahun lalu. Pekan ini Trump telah mengancam akan menarik diri dari WHO dan secara permanen menahan pendanaan.
Tedros mengakui telah menerima surat dari Trump, tetapi menolak berkomentar lebih lanjut.
Tedros mengatakan dia berkomitmen untuk melakukan akuntabilitas dan evaluasi atas respons terhadap pandemi. Evaluasi tersebut diserukan oleh negara-negara anggota, dalam resolusi yang disahkan pada sidang World Health Assembly (WHA) ke-73 pekan ini, meskipun Amerika Serikat menyatakan keberatan tentang beberapa elemen di dalamnya.
"Saya mengatakan berulang kali bahwa WHO menyerukan akuntabilitas lebih dari siapa pun. Itu harus dilakukan dan ketika dilakukan harus komprehensif," kata Tedros tentang resolusi itu, namun menolak mengatakan kapan akuntabilitas akan dimulai.
Direktur eksekutif program kedaruratan WHO, Mike Ryan, mengatakan evaluasi atau penilaian seperti itu biasanya dilakukan setelah keadaan darurat selesai.
"Saya pribadi lebih suka, sekarang, kita melanjutkan pekerjaan respons darurat, pengendalian epidemi, mengembangkan dan mendistribusikan vaksin, meningkatkan pengawasan, mendistribusikan APD esensial untuk pekerja, menyediakan oksigen medis (ventilator) bagi orang-orang di lingkungan yang rapuh, dan mengurangi dampak penyakit ini pada pengungsi dan migran, "katanya.
Tedros mengatakan dia telah lama mencari sumber pendanaan lain untuk WHO. Menurutnya, untuk sebuah badan global, anggaran sebesar US $ 2,3 miliar atau Rp 33 triliun adalah "sangat, sangat kecil", hampir sama dengan anggaran untuk rumah sakit berukuran sedang di negara maju.
Di sisi lain, Ryan menambahkan bahwa orang harus menghindari penggunaan obat malaria hidroksiklorokuin untuk mengobati atau mencegah infeksi COVID-19, kecuali memang digunakan dalam uji klinis untuk mempelajarinya.
Komentar ini mungkin akan mengganggu Trump, karena ia sedang menggunakan hidroksiklorokuin untuk mencegah infeksi coronavirus.
"Pada tahap ini, (baik) hidroksiklorokuin atau klorokuin belum terbukti efektif dalam pengobatan COVID-19 atau dalam profilaksis untuk tidak terserang penyakit ini," kata Ryan.
"Sebenarnya, justru kebalikannya, ada peringatan yang dikeluarkan oleh banyak pihak berwenang mengenai potensi efek samping dari obat tersebut."
(pkp/gtp) (Reuters)