REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Para dai yang tergabung dalam Persaudaraan Dai Indonesia (Posdai) menyebarkan 6.253 paket sembako kepada para marbot dan guru mengaji maupun orang yang membutuhkan di Tanah Air.
"Tidak kurang 6.253 paket sembako telah dibagikan ke berbagai titik di penjuru Indonesia," kata Direktur Posdai Pusat Ustadz Ahmad Suhail dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Kamis (21/5).
Penyaluran sembako gencar dilakukan mulai dari DKI Jakarta, NTB, Riau, Papua, Sulawesi Tengah, dan daerah lainnya guna meringankan beban warga yang terdampak COVID-19.
Seperti Posdai perwakilan Kalimantan Utara (Kaltara) yang menyalurkan paket sembako untuk para marbot dan guru ngaji di daerah Kampung Enam, Mamburungan, Kecamatan Tarakan Timur, Kota Tarakan.
Puluhan sembako tersebut diserahkan kepada masyarakat yang membutuhkan, terutama dai dan guru ngaji yang ada di Kecamatan Tarakan Timur.
Selain itu, kata Ustadz Suhail, ada Ustadz Kholid yang bergerak di NTB, juga Ustadz Mukhlis yang terus bergeliat di Jawa Tengah. Begitu pula Ustadz Ahmad di Maluku yang keluar masuk hutan menemui muallaf.
"Ratusan dai kita bergerak mengabdi. Mengantar bingkisan untuk sesama. Mungkin jumlahnya tak seberapa. Namun, harapannya, kebaikan ini senantiasa lestari dan membahagiakan saudara," ujarnya.
Dia menjelaskan slogan "Dai Mengabdi" merupakan spirit Nubuwwah dimana inspirasi dari program ini adalah kekariman penuh khidmat kaum Anshar dan kaum Muhajirin di masa Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam 14 abad silam.
"Ini adalah tentang jiwa penolong. Meskipun para dai ini sendiri dalam kesulitan, mereka tetap memikirkan dan berbuat untuk nasib orang lain," ungkapnya.
Dalam kondisi pandemi, para dai yang tak bergaji laiknya karyawan perusahaan, terus bertahan di garis depan. Mendampingi dan membina umat di pelosok negeri, terpencil, terluar, tertinggal, dan minoritas.
"Di masa wabah ini, sejatinya dai termasuk kelompok sangat rentan terdampak dari krisis panjang ini. Tidak ada yang menggaji, mereka bahkan tak berpikir dapat tunjangan akhir tahun pada Lebaran ini. Meskipun sangat butuh, mereka tak mengeluh," ujarnya.
"Ini adalah tentang jiwa kaya. Meskipun para dai itu kekurangan mereka tidak meminta. Orang mengira mereka tidak butuh, karena mereka tidak pernah mengeluh. Ilmunya menahan mereka untuk melakukan itu," sambungnya.
Para dai tidak ingin merepotkan, merasa cukup dan terima dengan apa yang ada serta ikhtiar semampu mereka. "Inilah jiwa kaum Muhajirin, orang-orang yang hijrah yang mau mengubah nasib," ujar Ustadz Suahil.