REPUBLIKA.CO.ID, KUPANG -- Anggota DPR dari Fraksi PDI Perjuangan, Yohanis Fransiskus Lema, menilai ajakan Presiden Joko Widodo (Jokowi) agar "berdamai" dengan Covid-19 bukan berarti negara gagal, menyerah kalah, takluk tak berdaya, atau bersikap abai terhadap bahaya pandemi Covid-19. Menurut dia, "berdamai" dalam konteks ini mesti dimengerti sebagai upaya melakukan berbagai tindakan penyesuaian, menjalankan adaptasi baru dalam seluruh aspek kehidupan manusia terhadap Covid-19.
"Sebelum ditemukan vaksin penyembuh dan selama pandemi Covid-19 masih menjadi ancaman maka logis pilihan kebijakannya adalah 'berdamai' dengan keadaan," kata Yohanis Fransiskus Lema melalui aplikasi Whatsapp, Ahad (24/5), menanggapi pernyataan Presiden Jokowi.
"Untuk itu, diperkenalkan istilah new normal," kata anggota DPR dari Daerah Pemilihan Nusa Tenggara Timur (NTT) 2 itu menambahkan.
Menurut dia, World Health Organization (WHO) memperkirakan Covid-19 tidak akan hilang dan bisa jadi keberadaannya terus ada dalam kehidupan manusia. Pada sisi lain, kehidupan harus terus berjalan.
Namun, karena ancaman Covid-19, berbagai penyesuaian baru dibutuhkan. Manusia harus bisa melakukan adaptasi secara cepat agar mampu menjaga dirinya dari ancaman Covid-19, sekaligus tetap menjalankan aktivitas kehidupannya.
Karena itu, sambil menunggu ditemukan vaksin penyembuh, manusia harus cepat melakukan adaptasi untuk bisa hidup berdampingan dengan Covid-19. Bentuk penyesuaiannya adalah menjalankan protokol kesehatan pencegahan dan penanganan Covid-19 secara ekstraketat, seperti melakukan physical distancing, pakai masker, rajin cuci tangan, dan menerapkan pola hidup sehat. Artinya, "berdamai" dengan Covid-19 mestinya dimaknai sebagai perubahan fundamental dalam pola pikir maupun perilaku aktivitas sehari-hari agar terhindar dari ancaman mematikan virus corona jenis baru.
Saat vaksin penyembuhnya belum ditemukan, hidup berdamai dan berdampingan dengan Covid-19 adalah pilihan logis yang bisa dilakukan. Tujuannya, menurut ia, agar aktivitas kehidupan atau ekonomi kembali berjalan, tetapi tetap konsisten menjalankan protokol kesehatan secara super ketat. "Virus itu sulit untuk dihilangkan. Tinggal kita sebagai manusia menalar menggunakan logika untuk menyesuaikan diri, untuk 'berdamai'," ujarnya.