Selasa 26 May 2020 03:54 WIB

Pandemi Covid-19 Persulit Kehidupan Imigran Ilegal AS

Migran ilegal AS kehilangan pekerjaan karena pandemi Covid-19.

Rep: Lintar Satria/ Red: Nur Aini
Anak-anak imigran yang ditampung dalam pusat detensi di daerah perbatasan di Amerika Serikat
Foto: Forbes
Anak-anak imigran yang ditampung dalam pusat detensi di daerah perbatasan di Amerika Serikat

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Pandemi virus corona Covid-19 semakin mempersulit kehidupan imigran ilegal di Amerika Serikat (AS). Salah satu migran itu adalah Roberto yang kehilangan pekerjaannya karena pandemi.

Tidak hanya kesulitan memenuhi kebutuhan sehari-hari. Emosinya juga terombang-ambing setelah pulang dari rumah sakit. Kata-kata dokter masih terngiang-ngiang di kepalanya.

Baca Juga

"Kamu mungkin terinfeksi virus, kami memiliki gejalanya," kata dokter di klinik yang baru saja Roberto kunjungi.

Roberton mengingat sudah ratusan ribu orang yang meninggal dunia karena virus corona. Ia berpikir mungkin kali ini adalah gilirannya. Roberto yang berusia pertengahan 30-an adalah seorang koki di sebuah restoran.

Istrinya Janeth berusia pertengahan 40 tahunan juga bekerja di restoran. Mereka pasangan asal Honduras yang kesulitan memberi makan putri mereka Allison yang berusia 5 tahun.

Pasangan itu datang ke AS secara ilegal beberapa tahun yang lalu. Mereka salah satu di antara 36 juta pekerja yang kehilangan pekerjaan karena krisis ekonomi yang dipicu pandemi. Sejak wabah berlangsung hari-hari mereka dimulai dengan mengantri di bank-bank makanan, mencari-cari cara untuk mendapatkan hadiah dari supermarket dan pekerjaan sementara. Mereka juga berbagi makanan dengan keluarga yang lebih kesulitan. Kantor berita Associated Press memiliki nama belakang pasangan itu tapi tidak mempublikasikannya karena mereka dapat dideportasi.  

Roberto mendatangi klinik karena ia pikir ia terkena alergi. Sementara Janeth merasa sakit dan lalu dites virus corona. Beberapa hari kemudian telepon genggam mereka berdering. Pasangan itu menerima kabar buruk, mereka positif virus corona.

Kini Roberto dan Janeth menjadikan rubanah di apartemen mereka di D.C sebagai kamar tidur, menjauhkan Allison dengan harapan agar ia tidak terinfeksi juga. Allison hanya mengintip ayah-ibunya melalui jendela kecil. Terkadang ia menempelkan telinganya di depan pintu, ingin tahu apa yang sedang dilakukan orang tuanya.

Setiap hari Janeth menoleh ke sedikit cahaya di jendela. Ia mengangkat tangannya dan berdoa. "Saya ingin membesarkan putri saya, suatu hari saya ingin mati di negeri saya, Honduras, akan sangat sulit meninggal di sini," katanya.

Roberto, Janeth, dan Allison salah satu dari 12 juta keluarga imigran tanpa dokumen di AS. Mereka tidak bisa mendapatkan bantuan pemerintah federal.

Bila para imigran ini tetap berada di luar sistem, maka semakin sulit bagi mereka untuk berpartisipasi dalam peraturan pembatasan sosial, tetap tinggal di rumah dan melacakan orang-orang yang pernah kontak dengan mereka, langkah-langkah yang diperlukan untuk mengendalikan wabah. Para imigran tanpa dokumen itu juga kelompok yang paling rentan terinfeksi virus. Mereka tidak dapat bekerja di rumah dan harus mencari makanan di luar. Statistik menunjukkan lebih banyak warga Hispanik yang terinfeksi virus corona dibandingkan warga kulit putih.

Para petugas medis di Upper Cardozo Health Center tempat Roberto melakukan tes virus corona,sering kali diberitahu karantina membahayakan kehidupan pasien-pasien mereka yang dari kelas pekerja. Tetap tinggal di rumah agar tidak terinfeksi dapat membuat mereka kehilangan pekerja sehingga tidak bisa membeli makanan dan membayar sewa.

Asisten direktur medis Upper Cardozo Health Center Dr. Jose Luis Nunez Gallegos mengatakan petugas medis di rumah sakit itu tidak bermaksud tak menghormati pasien dengan mengirim mereka ke pintu belakang. Hal itu prosedur yang perlu dilakukan demi mengurangi resiko penularan.

Roberto mengalami demam, hidung Janeth mengeluarkan darah. Ia mencoba untuk merebus lemon, bawang, dan jahe. Tapi kemudian ia menyadari ia tidak dapat mencium aroma rebusan tersebut. Gejala umum bagi virus corona.

Satu hari setelah Roberto menerima diagnosanya. Adik Janeth, Arely menelpon melalui FaceTime. Ia terjebak di apartemennya di Baltimore, tanpa mobil dan bersama tiga anaknya yang berusia di bawah 14 tahun.

Arely tampak baik-baik saja ketika Janeth mengunjunginya untuk mengantar makanan. Tapi kini Arely berbaring di kasur rumah sakit dan berusaha bernapas. Janeth pun teringat pelukan yang ia berikan dan menyalahkan dirinya sendiri.

"Jangan merasa tak enak kak, hal ini mendatangi kami," kata Arely kepada Janeth. 

sumber : AP
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement