Senin 25 May 2020 16:27 WIB

Pertokoan di Perbatasan Hong Kong dan China Daratan Merugi

Pertokoan ditutup dan para pedagang mulai gulung tikar.

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Friska Yolandha
Seorang peserta aksi mengibarkan bendera Amerika Serikat dan Hong Kong di Causeway Bay, Hong Kong, Ahad (24/5).
Foto: AP Photo/Vincent Yu
Seorang peserta aksi mengibarkan bendera Amerika Serikat dan Hong Kong di Causeway Bay, Hong Kong, Ahad (24/5).

REPUBLIKA.CO.ID, HONG KONG -- Deretan pertokoan di Sheung Shui yang merupakan kota perbatasan antara Hong Kong dengan China telah tutup sejak Februari lalu, untuk mencegah penyebaran virus corona. Sebelumnya, para pengunjuk rasa Hong Kong merusak toko-toko di Sheung Shui dan menuding pedagang di lintas perbatasan telah melakukan invasi secara de facto.

Di beberapa jalan, sekitar tiga perempat toko telah tutup dan menimbulkan dilema bagi sejumlah pemilik toko. Salah satunya adalah Helen, seorang mahasiswa di Hong Kong yang ikut berpartisipasi dalam aksi demo besar-besaran pada tahun lalu. Helen kerap berdebat tentang masalah invasi masyarakat China daratan ke Hong Kong dengan orang tuanya yang memiliki kedai teh herbal di Sheung Shui.

"Mereka mengatakan jika tidak ada orang dari toko daratan di sini, kami tidak akan memiliki bisnis. Anda tidak akan punya apa-apa untuk dimakan. Anda tidak akan punya tempat tinggal. Sangat rumit untuk mengatakan apakah penutupan perbatasan itu baik atau buruk," ujar Helen yang enggan memberikan nama belakang karena takut orang tuanya marah.

Aksi protes besar-besaran meletus di Hong Kong pada tahun lalu, karena otoritas China dianggap telah campur tangan terlalu jauh terhadap urusan dalam negeri Hong Kong. Sentimen anti China daratan telah tumbuh subur di Sheung Shui selama lebih dari satu dekade. Kontrol perbatasan yang terlalu longgar telah menyebabkan perdagangan lintas batas tumbuh dengan cepat dan membebani infrastruktur kota, serta membuat harga sewa melonjak naik.

Kelompok Kepedulian Impor Paralel Distrik Utara mengatakan, pada 2013 hanya ada tiga toko kosmetik di Sheung Shui. Namun, pada Januari 2020 jumlahnya bertambah mencapai 139. Sejumlah apotek, toko perhiasan, dan penukaran mata uang juga menjamur dan menggusur restoran serta butik yang dimiliki oleh penduduk setempat.

Beberapa bulan lalu, masih terdengar suara troli dan tawar menawar dalam bahasa Mandarin di Sheung Shui. Namun kini, satu blok pertokoan di jalan utama telah tutup. Sekitar tujuh dari sembilan toko kosmetik dan susu formula bagi mulai gulung tikar. Sebuah papan yang bertuliskan "untuk disewa" terpampang di atas toko tersebut.

Sementara itu, toko-toko yang masih buka sepi dari pembeli. Rak-rak mereka belum berkurang dan jam kerja karyawan telah dikurangi. Seorang pemilik toko kosmetik, David So mendukung aksi protes pro-demokrasi, meski toko Romantic Cat Cosmetics Store miliknya yang populer di kalangan pedagang China daratan telah dirusak oleh demonstran. Dia mengatakan, penjualannya telah turun 80 persen sejak perbatasan ditutup.

"Ada banyak kontradiksi di Sheung Shui. Ekonomi kami tergantung pada modal China, saya akui. Tetapi karena kita terus mendapatkan uang dari China, mereka mungkin mencoba mengubah pemikiran kita. Kita mungkin perlu mematuhi hukum mereka. Itu yang tidak kita inginkan," ujar So.

sumber : Reuters
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement