REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Indonesia (BI) mencatat saat ini telah menggelontorkan quantitative easing sebesar Rp 583,5 triliun. Tercatat quantitative easing yang dimulai Januari hingga April 2020 sebesar Rp 415,8 triliun.
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengatakan saat ini bank sentral terus memberikan kelonggaran likuditas bagi perbankan. Hal ini sejalan dengan langkah stimulus fiskal pemerintah dan restrukturisasi kredit dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
“Saat ini kami telah memberi tambahan sebesar Rp 167,7 triliun untuk pemulihan ekonomi melalui pelonggaran kuantitatif atau quantitative easing,” ujarnya saat video conference, Kamis (28/5).
Perry merinci penggunaan tambahan quantitative easing, diberikan untuk penurunan Giro Wajib Minimum (GWM) Rupiah sekitar Rp 102 triliun. Kemudian sekitar Rp 15,8 triliun itu tidak mewajibkan tambahan giro bagi yang tak memenuhi Rasio Intermediasi Makroprudensial (RIM).
"Sementara sisianya digunakan untuk term-repo dan FX Swap sebesar Rp 49,9 triliun," ucapnya.
Adapun quantitative easing yang dilakukan oleh bank sentral dari Januari hingga April 2020, terdiri dari pembelian Surat Berharga Negara (SBN) yang telah dilepas asing di pasar sekunder yang menambah likuiditas sekitar Rp 166,2 triliun.
Selain itu, term repo perbankan menambah likuiditas sebesar Rp 160 triliun. Ada juga penurunan GWM rupiah pada Januari dan April yang memberi likuiditas sebesar Rp 53 triliun dan FX Swap Rp 36,6 triliun.