Jumat 29 May 2020 07:45 WIB

Garda Nasional AS Dikerahkan Tangani Protes di Minneapolis

Garda Nasional AS dikerahkan ke Minneapolis setelah terjadi bentrokan saat protes.

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Christiyaningsih
Aksi solidaritas atas tewasnya George Floyd dalam tahanan polisi, di Minneapolis, Minnesota, AS, berujung rusuh (27/5) waktu setempat. Garda Nasional AS Dikerahkan ke Minneapolis setelah terjadi bentrokan saat protes.
Foto: AP/Carlos Gonzalez
Aksi solidaritas atas tewasnya George Floyd dalam tahanan polisi, di Minneapolis, Minnesota, AS, berujung rusuh (27/5) waktu setempat. Garda Nasional AS Dikerahkan ke Minneapolis setelah terjadi bentrokan saat protes.

REPUBLIKA.CO.ID, MINNESOTA -- Garda Nasional Amerika Serikat (AS) dikerahkan ke Minneapolis setelah terjadi bentrokan selama dua malam, menyusul kematian seorang pria Afrika-Amerika bernama George Floyd oleh polisi. Floyd meninggal pada Senin (25/5) karena lehernya ditekan lutut seorang polisi kulit putih hingga dia kehabisan napas.

Gubernur Minnesota Tim Walz mengerahkan garda nasional di negara bagian itu pada Kamis (28/5) atas permintaan Wali Kota Minneapolis dan St Paul. Situasi di kedua wilayah tersebut tidak kondusif dan telah dinyatakan sebagai "darurat masa damai". Walz mengatakan, bentrokan berakhir dengan penjarahan, perusakan, dan pembakaran pada sejumlah toko.

Baca Juga

"Kematian George Floyd harus mengarah pada keadilan dan perubahan sistemis agar tidak terjadi lebih banyak kematian dan kehancuran," ujar Walz dilansir BBC.

Wali Kota Minneapolis Jacob Frey menyerukan dakwaan kriminal terhadap polisi yang telah menyiksa Floyd. Empat petugas yang ketika itu berada di tempat kejadian perkara telah dipecat dari satuan kepolisian.

Aksi protes lanjutan direncanakan terjadi di negara bagian lainnya seperti Chicago, Illinois, Los Angeles, Kalifornia, Memphis, dan Tennessee. Sebelumnya, aksi protes terjadi pada Selasa (26/5) sore ketika ratusan orang berkumpul di persimpangan jalan dekat tempat kejadian perkara.

Pada hari kedua, yakni Rabu (27/5), jumlah demonstran bertambah menjadi ribuan. Mereka melepari batu ke arah markas polisi. Petugas kepolisian menembakkan gas air mata untuk mengendalikan massa dan membentuk barikade.

Insiden kematian Floyd terjadi pada Senin lalu. Pria berusia 46 tahun itu ditangkap karena menggunakan uang 20 dolar AS palsu di sebuah toko. Dalam sebuah rekaman video, Floyd diborgol dan tidak memberontak dalam penangkapan tersebut. Namun, polisi mengeklaim bahwa dia sempat melawan ketika ditangkap.

Dalam rekaman video itu, Floyd terbaring telungkup di jalan dengan seorang petugas polisi kulit putih menekan lututnya di bagian leher. Floyd tampak terengah-engah dan mengerang, "Saya tidak bisa bernapas." Sementara itu, orang-orang di sekitarnya memohon kepada petugas polisi untuk membiarkannya berdiri.

Tak lama kemudian, Floyd kehilangan kesadaran. Namun, petugas polisi tetap menekan lututnya di bagian leher pria itu. Floyd meninggal dunia setelah dibawa ke rumah sakit.

Empat polisi termasuk yang melakukan tindakan fisik telah dipecat dari kepolisian pada Selasa, sehari setelah insiden maut itu terjadi di kota terbesar di Minnesota. Empat petugas tersebut adalah Derek Chauvin, Thomas Lane, Tou Thao, dan J Alexander Kueng. Namun, tidak disebutkan petugas mana yang melakukan tindakan fisik terhadap Floyd.

Kematian Floyd memiliki kemiripan dengan kematian Eric Garner, yang meninggal dalam sebuah penangkapan pada 2014 di New York. Ketika itu, Garner berulang kali mengatakan kepada polisi, "Saya tidak bisa bernapas."

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement