REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Telur ayam memiliki umur simpan yang singkat, sehingga pengaturan pasokan sulit dilakukan dan fluktuasi harga sulit dicegah. Teknologi penanganan untuk mengatasi hal itu pun diperlukan.
"Umur simpan yang singkat ini akhirnya menyebabkan sulitnya mengantisipasi peningkatan kebutuhan masyarakat di saat permintaan meningkat," ujar Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan) Fadjry Djufry di Bogor, Selasa.
Fluktuasi harga tersebut, menurut Fadjry, pada dasarnya bukan karena kurangnya produksi nasional, namun terutama disebabkan oleh umur simpan telur yang singkat. Telur hanya memiliki umur simpan sekitar tujuh sampai 14 hari pada suhu ruang.
Untuk itu, Balitbangtan melalui Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen (BBPascapanen) mengembangkan teknologi penanganan telur ayam yang dapat memperpanjang umur simpan. Teknologi penanganan telur tersebut ialah dengan cara melapisi telur menggunakan bahan khusus.
Bahan itu selain dapat memperpanjang umur simpan, juga dapat mempertahankan kesegarannya. Kepala Balai BB Pascapanen Prayudi Syamsuri mengatakan, peningkatan umur simpan ditentukan oleh penanganan telur yang baik dari sejak ditelurkan di kandang hingga siap didistribusikan sehingga sanitasi dan higienitas kandang sangat penting untuk diperhatikan.
"Telur yang dipanen harus segera disortir dan dipisahkan dari yang kotor maupun retak dan abnormal," katanya.
Oleh karena itu, menurut Prayudi, pemberian lapisan khusus (coating) pada telur dapat meningkatkan umur simpan telur menjadi 30 hari di suhu ruang, atau hingga 40 hari di ruangan ber-AC. Lapisan khusus yang dapat digunakan dalam penanganan telur adalah bahan alami berbasis protein serta larutan kapur.
Teknologi coating telur, dikombinasikan dengan pengaturan suhu yang lebih rendah seperti suhu AC atau suhu lemari pendingin (kulkas), dapat diterapkan jika umur simpan yang dibutuhkan lebih panjang lagi. Misalnya, saat stok telur perlu didistribusikan lebih jauh dari sentra penghasil telur atau saat mengantisipasi peningkatan permintaan di mana persiapan pasokan perlu dilakukan lebih awal.
"Implementasi teknologi ini relatif mudah dan tidak membutuhkan investasi besar," ujar Prayudi.