REPUBLIKA.CO.ID, JENEWEA - Dewan Keamanan PBB menyetujui perpanjangan satu tahun untuk embargo aliran senjata ke Libya. Dalam sebuah pernyataan, perpanjangan tersebut disetujui dengan suara bulat dalam pertemuan Dewan Keamanan PBB secara virtual, Jumat (5/6) waktu setempat.
"Ini termasuk serangkaian otoritas bagi negara-negara anggota untuk memeriksa kapal-kapal di laut lepas di lepas pantai Libya yang dicurigai melanggar embargo senjata negara tersebut," kata pernyataan tersebut dikutip Anadolu Agency, Sabtu (6/6).
Pemerintah Libya yang diakui secara internasional telah diserang oleh pasukan Haftar sejak April 2019. Akibat serangan-searngan itu, lebih dari 1.000 orang tewas.
Pemerintah meluncurkan Operasi Badai Perdamaian pada Maret untuk melawan serangan di ibu kota. Baru-baru ini pemerintah mendapatkan kembali lokasi strategis, termasuk pangkalan udara Al-Watiya dan Tarhuna, yang dipandang sebagai pukulan signifikan bagi pasukan Haftar.
Awal Juni, Misi Dukungan PBB di Libya mengatakan, para pihak yang bertikai di Libya sepakat untuk memulai kembali perundingan gencatan senjata. Hal ini terjadi setelah pertempuran di dekat ibu kota Tripoli yang dipicu senjata asing terjadi dalam beberapa pekan belakangan.
Misi Dukungan PBB Libya (UNSMIL) mengatakan, pihaknya menyambut rencana untuk melanjutkan pembicaraan berdasarkan pertemuan 5+5 yang sebelumnya disebut. Pertemuan tersebut melibatkan lima perwira senior yang ditunjuk oleh masing-masing pihak.
Tentara Nasional Libya (LNA) yang dipimpin Khalifa Haftar yang bermarrkas di timur negara dilaporkan telah melakukan serangan sejak April 2019. Serangan itu tidak lain untuk merebut ibu kota negara, Tripoli, tempat kursi Pemerintahan Kesepakatan Nasional (GNA) yang diakui secara internasional.
Dalam beberapa pekan terakhir, GNA, yang didukung oleh Turki, telah mendorong LNA keluar dari beberapa daerah di barat laut. Namun, LNA, yang didukung oleh Uni Emirat Arab, Rusia dan Mesir, mengatakan pihaknya mengambil kembali beberapa wilayah pada Senin lalu.