Selasa 09 Jun 2020 07:21 WIB

Airnav Uji Coba Rute Alternatif untuk Efisiensi Penerbangan

Airnav uji coba UPR, metode manajemen ruang udara dengan konsep free route airspace.

Rep: Rahayu Subekti/ Red: Yudha Manggala P Putra
Petugas ATC AirNav Indonesia memantau pergerakan pesawat di bandara. Ilustrasi
Foto: Septianda/Antara
Petugas ATC AirNav Indonesia memantau pergerakan pesawat di bandara. Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Perusahaan Umum Lembaga Penyelenggara Pelayanan Navigasi Penerbangan (Perum LPPNPI) atau Airnav Indonesia resmi melakukan uji coba prosedur user preferred route (UPR), Senin (8/5). Direktur Utama Airnav Indonesia M Pramintohadi Sukarno mengatakan uji coba prosedur tersebut untuk meningkatkan efisiensi penerbangan yang melintasi ruang udara Indonesia.

Pramintohadi mengatakan uji coba akan dilakukan hingga 30 Agustus 2020. “Selama masa uji coba ini kami akan menghitung estimasi efisiensi terhadap biaya operasional yang akan diterima oleh maskapai,” kata Pramintohadi dalam pernyataan tertulisnya, Senin (8/6).

Dengan UPR, Pramintohadi mengatakan dapat memangkas jarak tempuh penerbangan lintas internasional yang melewati ruang udara Indonesia. Hal tersebut terbagi ke dalam dua flight information region (FIR) yaitu FIR Jakarta dan FIR Ujung Pandang.

Dia memastikan, pemangkasan jarak tempuh tersebut diikuti dengan optimalisasi performa pesawat udara menjadi seefisien mungkin sehingga menurunkan konsumsi dan emisi bahan bakar pesawat udara. Dengan begitu menjadi upaya agar industri penerbangan Indonesia menjadi lebih ramah lingkungan.

“Kami melakukan uji coba UPR pada periode low traffic akibat dari pandemi Covid-19 yang tengah melanda dunia. UPR dapat digunakan oleh penerbangan lintas udara yang terbang pada ketinggian 35 ribu hingga 60 ribu kaki di atas permukaan air laut,” ungkap Pramintohadi.

Dia menambahkan, UPR merupakan salah satu metode manajemen ruang udara dengan konsep //free route airspace M// yang menghasilkan rute alternatif. Rute tersebut memberikan keleluasaan bagi maskapai untuk menentukan rutenya sendiri yang paling efisien dengan mempertimbangkan arah dan kecepatan angin, potensi turbulensi, suhu udara, serta jenis dan kinerja pesawat udara.

“Kami telah melakukan sosialisasi kepada maskapai mengenai mekanisme dan kualifikasi yang harus dipenuhi untuk menggunakan UPR,” ujar Pramintohadi.

Dia menegaskan, maskapai tela diberikan dokumen teknisnya atau dapat pula mengaksesnya dengan mudah melalui website //www.airnavindonesia.co.id//. Mekanisme UPR dapat dilakukan bagi maskapai yang mengajukan rute paling cepat 12 jam atau paling lambat enam jam sebelum estimasi waktu block-off.

Selanjutnya, lanjut Pramintohadi, Airnav akan meresponnya paling lambat tiga jam sebelum EOBT apakah disetujui atau ditolak dengan alasan tertentu. Jika ditolak, dia manatakan, mekanisme pengajuan kembalinya juga diatur di dalam dokumen teknis tersebut.

Dia menurutkan, implementasi UPR akan menyejajarkan Indonesia dengan negara-negara Eropa yang mengimplementasikan Free-Route Airspace dalam Functional Airspace Block (FAB) dan dengan Australia yang telah menggunakan konsep FLEX-TRACK. “Kami berharap UPR akan menjadi salah satu stimulus dalam pemulihan jumlah pergerakan pesawat udara khususnya di ruang udara Nusantara, sehingga berkontribusi pula terhadap pertumbuhan ekonomi di tengah pandemi ini,” jelas Pramintohadi.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement