REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pimpinan Pusat Gerakan Pemuda (GP) Ansor meminta DPR untuk melakukan kajian yang mendalam terkait draf Rancangan Undang-Undang (RUU) Haluan Ideologi Pancasila (HIP). Badan Legislasi (Baleg) yang ditugaskan untuk membahasnya juga diminta untuk tidak terburu-buru dalam pembahasannya nanti.
"Karena muara RUU ini diharapkan menjadi pedoman kuat bagi penyelenggara negara dalam menyusun, menetapkan perencanaan dan mengevaluasi pembangunan nasional," ujar Ketua Umum Pimpinan Pusat GP Ansor, Yaqut Cholil Qoumas lewat keterangan resminya, Rabu (10/6).
Pria yang akrab disapa Gus Yaqut itu menjelaskan, RUU HIP akan menyangkut banyak aspek bagi masyarakat Indonesia. Baik dari segi dari politik, hukum, ekonomi, sosial, budaya, mental, spiritual, pertahanan, dan keamanan.
Apalagi, masyarakat Indonesia saat ini begitu terdampak akibat pandemi virus Covid-19. Sehingga, penundaan pembahasan RUU HIP oleh Baleg dinilainya keputusan yang tepat. "Penundaan pembahasan RUU HIP adalah pilihan tepat. Sebelum membahas RUU ini DPR harus melakukan banyak diskusi dengan berbagai pihak terlebih dahulu," ujar Gus Yaqut.
GP Ansor sendiri memiliki empat catatan terkait RUU HIP. Pertama, tak dicantumkannya TAP MPRS Nomor XXV Tahun 1966 tentang Pembubaran Partai Komunis Indonesia dan Larangan Setiap kegiatan Untuk Menyebarkan Atau Mengembangkan Faham atau Ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme, menjadi landasan RUU HIP.
Kedua, tak disertakannya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2017 tentang Organisasi Masyarakat sebagai konsideran. Perppu tersebut diketahui merupakan landasan untuk pembubaran Hizbut Tahrir Indonesia (HTI).
"Ini juga harus diperbaiki. Jangan sampai lahirnya UU nanti menjadi amunisi baru bagi kelompok-kelompok radikal dan intoleran untuk bangkit lagi," ujar Gus Yaqut.
Ketiga, ada upaya sekulerisasi yang dinilai berada dalam batang tubuh RUU HIP. Padahal, inti dari Pancasila yakni Ketuhanan yang Maha Esa. Atas dasar ini maka kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan keadilan sosial, bisa ditegakkan. Bukan sebaliknya bahkan dicantumkan agama, rohani, dan budaya dalam satu baris.
"Hal ini mencerminkan pandangan sekularisme yang berlawanan dengan sila pertama Ketuhanan Yang Maha Esa," ujar Ketua DPP Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu.
Terakhir, GP Ansor melihat banyaknya perdebatan dari RUU HIP. Salah satu perdebatan yang timbul adalah RUU itu terkesan sebagai upaya terselubung eks PKI dan kelompoknya untuk balas dendam sejarah yang menimpa mereka. Untuk itu, dibutuhkannya diskusi dan masukan dari berbagai kalangan sebelum dimulainya pembahasan RUU HIP.
"Sejarah tidak boleh terulang ketiga kalinya, cukup. Lebih baik DPR ikut fokus dalam penanganan dan penanggulangan pandemi corona dulu," ujar Wakil Ketua Komisi II DPR itu.