REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen (Pol) Awi Setiyono mengatakan, tim kuasa hukum Polri masih melengkapi administrasi kelengkapan sidang dan masih menyusun materi untuk persidangan gugatan praperadilan Ruslan Buton. Sehingga, pihaknya tidak hadir dalam sidang tersebut pada (10/6).
"Tentunya, hal tersebut sudah dikoordinasikan sebelumnya. Ketidakhadiran pihak Polri dalam sidang gugatan praperadilan Ruslan Buton karena tim kuasa hukum Polri masih melengkapi administrasi kelengkapan dan masih menyusun materi persidangan," katanya saat virtual konferensi pers melalui akun Youtube, Kamis (11/6).
Dia mengatakan, jika seluruh berkas sudah lengkap maka tim kuasa hukum Polri akan hadir pada persidangan yang sudah dijadwalkan pekan depan pada Rabu (17/6). "Bahwa dalam hal ini Polri sangat menghargai proses persidangan dan perihal ketidakhadiran tim kuasa Polri. Sesuai dijadwalkan persidangan pekan depan, kami akan datang," kata dia.
Sebelumnya diketahui, sidang perdana gugatan praperadilan yang diajukan oleh Ruslan Buton kasus dugaan ujaran kebencian tersebut ditunda. Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menunda sidang pada Rabu (10/6) karena pihak tergugat dalam perkara ini tidak hadir ke persidangan.
Dalam gugatan praperadilan atas penangkapan, penahanan dan penetapan tersangka terhadap Ruslan Buton ini, ada beberapa orang yang digugat antara lain, Presiden RI, Kapolri, Kepala Badan Reserse Kriminal Mabes Polri dan Direktur Tindak Pidana Siber Mabes Polri.
Tim Bareskrim Polri bersama Polda Sultra dan Polres Buton menangkap Ruslan alias Ruslan Buton di Jalan Poros, Pasar Wajo Wasuba, Dusun Lacupea, Desa Wabula 1, Kecamatan Wabula, Kabupaten Buton, Sulawesi Tenggara pada Kamis (28/5). Dalam kasus ini, barang bukti yang disita polisi yakni satu ponsel pintar dan sebuah KTP milik Ruslan.
Bareskrim Polri kemudian menetapkan Ruslan Buton sebagai tersangka dalam kasus penyebaran informasi hoaks dan ujaran kebencian terkait surat terbuka yang meminta Joko Widodo untuk mundur dari jabatannya sebagai Presiden RI. Ruslan pun langsung ditahan di Rutan Bareskrim per Jumat (29/5) selama 20 hari hingga 17 Juni 2020.
Ruslan dijerat dengan Pasal 14 ayat (1) dan (2) dan atau Pasal 15 UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana yang dilapis dengan Pasal 28 ayat (2) UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dengan ancaman pidana enam tahun dan atau Pasal 207 KUHP, dapat dipidana dengan ancaman penjara dua tahun.
Ruslan ditangkap setelah membuat pernyataan terbuka kepada Presiden Joko Widodo dalam bentuk rekaman suara pada 18 Mei 2020 dan kemudian rekaman suara itu menjadi viral di media sosial. Dalam rekamannya, Ruslan mengkritisi kepemimpinan Jokowi. Menurut Ruslan, solusi terbaik untuk menyelamatkan bangsa Indonesia adalah bila Jokowi rela mundur dari jabatannya sebagai Presiden.