Ahad 14 Jun 2020 07:18 WIB

TPF: Peradilan Novel Belum Akomodir Rekomendasi TPF Polri

Rekomendasi TPF Polri bisa menjadi alternatif pengungkapan utuh penyerangan Novel. 

Rep: Bambang Noroyono/ Red: Agus Yulianto
 Hendardi.
Foto: Antara
Hendardi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA —  Tim Pencari Fakta (TPF) Mabes Polri  penyerangan dengan air keras terhadap Novel Baswedan, mengakui, persidangan terhadap dua terdakwa Ronny Bugis dan Rahmad Kadir Mahulette belum mengakomidir hasil investigasi dan penyelidikan TPF. Mantan anggota tim pakar TPF Polri, Hendardi mengatakan, persidangan terhadap dua terdakwa selama ini, tak mengambil dugaan motif penyerangan dari hasil investigasi tim pencari fakta sebagai dasar penyidikan untuk diproses di pengadilan.

“Rekomendasi yang kami (TPF) sampaikan itu kan disetop. Lalu belakangan ada muncul pengakuan dari anggota Brimob (terdakwa Ronny dan Rahmad) yang saat ini dalam proses persidangan, itu persoalan lain,” kata Hendardi saat dihubungi Republika, Sabtu (13/6).

Hendardi menyampaikan, rekomendasi TPF, dapat menjadi bahan penyidikan lanjutan terkait kasus yang sama, jika persidangan terhadap Ronny dan Rahmad, dianggap tak sesuai dengan keadilan korban, maupun masyarakat.

“Kalau soal (tuntutan) ringan atau beratnya hukuman (terhadap Ronny dan Rahmad) itu kita serahkan kepada hakim nantinya. Tetapi, inilah (pengadilan) seharusnya yang menjadi satu-satunya panggung untuk membuktikan adanya motif lain dari penyerangan terhadap Novel itu,” terang Hendardi.

Ia menolak tudingan banyak pihak, yang menilai persidangan terhadap Ronny dan Rahmad selama ini, cuma sandiwara. Karena, menurut dia, jika ada pembuktian lain, seharusnya disorongkan dalam persidangan.

Akan tetapi, ia memastikan, ada setumpuk hasil investigasi yang direkomendasikan TPF kepada Tim Teknis Kepolisian untuk mengungkap tuntas pelaku, aktor, dan motif utama penyerangan tersebut. Namun penyidikan untuk melanjutkan rekomendasi itu, terhenti di Tim Teknis.

“Dan itu (rekomendasi) kan sudah kita (TPF) sampaikan. Tetapi sepertinya memang belum (dijalankan). Karena ditengah jalan, itu ada orang yang mengaku sebagai pelaku (Ronny dan Rahmad). Dan itu, harus dibuktikan secara hukum, benar atau tidaknya mereka yang melakukan (penyerangan),” kata Hendardi.

Hendardi mengulas ulang tentang TPF bentukan Kapolri 2019 Jenderal Tito Karnavian. TPF bekerja melakukan investigasi sejak Januari 2019 terkait peristiwa penyerangan air keras terhadap Novel Baswedan yang terjadi pada 2017. TPF menyampaikan laporan resmi hasil penyelidikannya Juli 2019. Dalam laporannya, TPF menguatkan dugaan motif penyerangan, terkait dengan penanganan kasus di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang dilakukan Novel Baswedan sebagai penyidik di KPK. 

TPF menyebutkan, ada lima kasus. Yakni megakorupsi E-KTP, skandal suap dan gratifikasi Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Mochtar, serta perkara korupsi yang menyeret Sekretaris Jenderal (Sekjen) Mahkamah Agung (MA) Nurhadi, juga penanganan korupsi Bupati Buol, Amran Batalipu, dan korupsi Wisma Atlet. Satu kasus umum yang menurut TPF kuat menjadi motif serangan terhadap Novel Baswedan, yakni terkait dengan penyidikan pencurian sarang burung walet di Bengkulu, saat Novel Baswedan berdinas di kepolisian 15 tahun lalu.

TPF, dalam rekomendasinya, meminta Mabes Polri membentuk Tim Teknis, sebagai grup penyidik khusus kepolisian untuk menjadikan kasus-kasus tersebut sebagai jalan alternatif pengungkapan serangan terhadap Novel Baswedan. Tim Teknis yang beranggotakan lebih dari 120 penyidik, mulai terbentuk Oktober 2019. Hendardi melanjutkan, rekomendasi TPF kepada Tim Teknis, juga meminta agar penyidikan memanfaatkan teknologi mutakhir dari negara lain, untuk memperjelas rekaman cctv yang diambil dari lokasi penyerangan Novel Baswedan.

Penghujung Desember 2019, Polda Metro Jaya mengumumkan telah menangkap dua pelaku penyerang Novel Baswedan, Ronny Bugis dan Rahmad Kadir Mahulette. Kepolisian mengakui keduanya itu, sebagai anggota Polri aktif dari satuan Brimob. Kabareskrim Mabes Polri Komjen Sulistyo pernah mengungkapkan, Ronny dan Rahmad ditangkap setelah keduanya mengaku sebagai penyerang Novel Baswedan. 

Ronny dan Rahmad, pun mengaku, perbuatan itu inisiatif pribadi lantaran dendam, dan sakit hati terhadap Novel Baswedan. Pengakuan dua anggota kepolisian tersebut, tak ada dalam rekomendasi hasil investigasi yang TPF kerjakan. Itu mengapa, Hendardi mengatakan pengakuan dendam, dan inisiatif pribadi dari Ronny dan Rahmad tersebut, perlu dibuktikan di pengadilan. 

“Kalau dia (Ronny dan Rahmad) katanya bohong, sandiwara, inilah (pengadilan) satu-satunya jalan untuk mengungkap yang sebenarnya. Hasil kerja yang kami (TPF) lakukan, dan rekomendasi yang kami sampaikan masih ada di Tim Teknis,” kata Hendardi.

Rekomendasi tersebut, menurut Hendardi, bisa menjadi alternatif pengungkapan utuh penyerangan air keras yang membuat Novel Baswedan mengalami kebutaan permanen pada mata sebelah kirinya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement