REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Victoria Beckham, mungkin telah lama dianggap sebagai ikon mode dunia. Dalam perjalanan karirnya dia kerap menjadi pembuat tren di dunia mode karena hobinya yang mengenakan gaun hitam kecil dan ketat. Namun, baru-baru ini, dia menyebut apa yang dia kenakan itu merupakan sebuah tanda bahwa dia merasa tidak aman.
"Melihat ke belakang, saya kira itu adalah tanda saya merasa tidak aman karena saya merasa akan selalu memakai pakaian yang sangat ketat, sangat pas," kata Victoria dilansir di laman US Magazine, Senin (15/6).
Istri mantan pesepakbola anggota timnas Inggris David Beckham itu melanjutkan, saat dulu dia kerap mengenakan pakaian ketat, dia merasa saat tua nanti dia tak akan bisa mengenakannya lagi. Dia mengatakan kepada The Guardian bahwa dia merasa semakin tua sekarang.
Selama menjalankan kehidupan bersama dengan girlband legendaris, The Spice Girls, Victoria, terkenal karena gaun ketat dan korsetnya. Perempuan berusia 46 tahun itu saat ini merasa lebih santai dalam berpakaian.
"Aku dulu memakai banyak gaun berstruktur dengan korset dan aku masih memiliki beberapa gaun itu, tapi gaya pribadiku menjadi lebih santai," ujar ibu empat anak itu.
Dia yang juga merupakan seorang perancang busana itu menyebut tak memahami apa yang berhasil dikenakan olehnya dan apa yang terlihat bagus dipakainya. Dia menegaskan saat ini dia tidak merasa memiliki apa pun untuk dibuktikan sekarang dengan cara dia berpakaian.
Meskipun sekarang dia tak berpakaian seperti saat 25 tahun yang lalu, Victoria masih terinspirasi oleh tren tahun 90-an ketika dia membuat karya untuk lini Victoria Beckham-nya.
“Warnanya, bentuknya sederhana. Mungkin tidak ada perancang yang tidak terinspirasi oleh dekade itu. Bagi saya, ini bukan tentang mode jalanan tahun 90-an, tetapi Martin Margiela, dan Jil Sander. Bukan hanya koleksi, tetapi pertunjukan, model, musik," kata dia.
Sama dengan orang kebanyakan, saat ini Victoria dan suaminya, David, telah mengalami karantina selama pandemi COVID-19 bersama keempat anaknya. Mereka kuga turut bersuara tentang bagaimana industri fashion dapat mendukung gerakan 'Black Lives Matter'.
“Itu dimulai dengan representasi, baik di dalam bisnis kami dan dengan siapa kami bekerja dengan eksternal,” tulis perempuan asal Inggris itu melalui Instagram. Dia pun menguraikan bagaimana merek fesyennya akan menjamin keberagamannya.
Menurutnya, pada langkah pertama, mereka telah membentuk kelompok kerja internal untuk melihat segala sesuatu, mulai dari tim dan talenta hingga casting, pemasok, dan mitra. Selanjutnya, mereka akan memberikan pelatihan tim tambahan untuk mendengarkan dan membahas masalah sambil memungkinkan orang untuk mengidentifikasi bias yang tidak disadari.
"Adalah tanggung jawab kita masing-masing untuk berbicara dan menggunakan platform kita untuk pendidikan, percakapan, dan perubahan. Hal-hal tidak akan berubah atau diselesaikan dalam sehari, tetapi kami jelas tidak bisa menunggu hari lain untuk mulai melakukan lebih banyak," kata dia.